Porang Ishii
Oleh: Dahlan Iskan
Anak Ishii itu bernama Yanto Soedjatmiko. Begitulah yang tertulis di KTP. Yanto baru menyertakan nama Jepang di dalam paspornya: Yanto Soedjatmiko Hideki Ishii.
Yanto kini seumur dengan saya: 70 tahun. Badannya langsing. Tinggi. "Ayah Anda juga tinggi seperti Anda ini?" tanya saya.
"Dibanding umumnya orang Jepang saat itu, ayah tergolong tinggi," ujarnya. "Mungkin karena ayah lahir di Hokkaido. Banyak makan ikan," tambahnya.
Di Hokkaido –Jepang paling utara– masih banyak keluarga Ishii. Khususnya di kampung halamannya: Kushiro –lebih ke utara lagi. Ishii lahir sepuluh bersaudara. Hanya dia yang dikirim perang ke Indonesia.
Saya tahu di mana itu Kushiro. Saya pernah ke sana. Bukan main dinginnya. Dan saljunya. Waktu itu ada pabrik kertas di Kushiro yang sedang dijual. Saya melihatnya, apakah bisa dibeli.
Makanan mereka memang serba ikan. Tentu, selama di sana, saya pun banyak makan ikan. Pun tidak boleh melewatkan makanan khas yang satu ini: kepiting Hokkaido –yang berwarna merah-cerah dan kaki-kakinya sebesar lengan bayi.
Kemarin Yanto mengajak saya keliling pabrik porang yang didirikan ayahnya itu. Anak Yanto, Johan, juga ikut menemani. Badannya lebih tinggi lagi dari bapaknya.
Seperti juga bapaknya, Johan dan tiga saudaranya sekolah di Jepang: di Washeda University, Tokyo.
Johan mengambil jurusan teknik industri. Johanlah yang kelihatannya akan meneruskan pabrik itu dari kakek dan ayahnya.