Positivisasi Etika Lawan Manipulasi Hukum
Oleh: Benny Susetyo - Pakar Komunikasi Politik
Ini bukan hanya mengikis martabat hukum, tetapi juga merusak demokrasi dan tata kelola pemerintahan.
Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, pemimpin politik justru sibuk mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, sementara rakyat terjebak dalam ilusi popularitas tanpa mempertimbangkan substansi visi yang sebenarnya mereka butuhkan.
Ketika pemimpin mengabaikan etika dalam menjalankan tugasnya, etika dalam tata kelola hukum pun runtuh.
Proses legislasi yang seharusnya menjadi instrumen kedaulatan rakyat sering terseret dalam arus kepentingan politik praktis dan modal.
Partai politik, yang seharusnya menjadi penjaga moral dan pengontrol kekuasaan, justru terjebak dalam politik transaksional, mengutamakan kepentingan sesaat daripada rakyat.
Akibatnya, hukum tak lagi ditegakkan demi kebenaran dan keadilan, tetapi demi melindungi kekuasaan.
Ironisnya, Pancasila yang menjadi dasar negara sering kali hanya dijadikan slogan politik kosong tanpa implementasi nyata.
Jika Pancasila benar-benar dijadikan falsafah politik dan hukum, produk hukum yang dihasilkan seharusnya mampu mengatasi konflik kepentingan dan mengedepankan etika. Namun, kenyataannya, politik Indonesia kerap menjadi medan perselingkuhan antara kekuasaan dan modal.
Dalam lanskap politik Indonesia yang makin rapuh dan sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompok elite, hukum yang seharusnya menjadi penopang keadilan.
- DPR Minta Lembaga & Menteri Bisa Terjemahkan Instruksi Presiden Soal Penegakan Hukum
- Wamenko Otto Hasibuan Sebut UU Tipikor Harus Dilaksanakan Secara Hati-hati
- The Habibie Center Soroti Tantangan & Peluang Masa Depan Demokrasi
- Advokat Zuhesti Tuntut Keadilan, Mengaku Hanya Jalankan Tugas Atasan
- Feedloop AI Dorong Transformasi Operasional Hukum
- Pegadaian Terus Berupaya Mendukung Kepatuhan Hukum Sesuai dengan Prinsip GCG