Potensi Konflik di Pilkada Tinggi, Ini Strategi Polri

jpnn.com - JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak mau kecolongan dalam mengamankan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember nanti. Karenanya, Korps Bhayangkara sudah menyiapkan strategi khusus untuk mengamankan pilkada serentak yang digelar di 269 daerah.
Menurut Kadivhumas Polri, Irjen (Pol) Anton Charliyan, polisi telah melakukan pemetaan tentang potensi konflik dan daerah-daerah yang rawan. “Pemetaan pengamanannya bahkan sampai tingkat TPS (tempat pemungutan suara, red),” kata Anton kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/7) malam.
Menurutnya, potensi konflik dalam pilkada serentak cukup tinggi. Sebab, faktor lokalitas dan kedekatan menjadi faktor penentu.
“Karena ini kan pilkada, tingkat daerah. Antara warga pemilih dengan calon bisa jadi punya kedekatan emosional,” katanya.
Untuk itu Polri mencermati sejumlah faktor. Di antaranya adalah karakteristik daerah, catatan konflik dan sejarah daerah.
“Dari karakteristik daerah, misalnya sering konflik atau tidak. Kalau dari sejarah, apakah pernah ada konflik di daerah itu,” kata perwira Polri kelahiran Tasikmalaya, 29 November 1960 itu.
Nah, daerah yang masuk perhatian khusus Polri adalah Sulawesi Selatan dan Ambon. “Karena kita melihat sejarahnya. Tentunya daerah-daerah itu jadi perhatian khusus,” tandasnya.
Sedangkan untuk potensi konflik, yang sudah diidentifikasi adalah sengketa kepengurusan partai. “Konflik kepengurusan partai tentu salah satu potensi yang harus diantisipasi,” sambungnya.
JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak mau kecolongan dalam mengamankan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada
- Revisi UU Kejaksaan Menuai Pro dan Kontra, Pakar Sarankan Penundaan
- PSI: Ahok Seharusnya Jadi Whistle Blower Saat Masih Menjabat Komut
- Presiden Prabowo Perintahkan BNPB segera Tangani Banjir
- Penyidik KPK Menggeledah 2 Kantor di Lingkungan Pemkab Musi Banyuasin, Ini Hasilnya
- Gubernur Pramono Instruksikan Buka Pintu Air Manggarai
- Langkah Mendes Yandri Berhentikan TPP Dinilai Bukan karena Like and Dislike