Potensi Penggunaan Panas Matahari untuk Pendingin
Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna
Sistem sederhana di atas memang dapat menimbulkan efek refigerasi (penarikan kalor), namun hanya bersifat sebentar karena akan berhenti pada saat tekanan di tangki kanan dan kiri sama. Setelah itu perlu menguapkan lagi air di tanki sebelah kiri untuk kembali ke keadaan awal. Untuk mendapatkan efek refrigerasi secara kontinu perlu penambahan seperti gambar berikut:
Evaporator dan absorber merupakan dua tanki yang ditunjukkan pada sistem sebelumnya. Dengan cara ini efek refrigerasi dapat berlangsung secara kontinu. Dalam sistem refrigerasi absorpsi terdapat dua siklus: siklus refrigeran (air) ditunjukkan oleh A-B-C-D dan siklus pelarut (larutan garam Litium Bromida) yang ditunjukkan B-C-E-F. Pada titik A refrigeran dalam keadaan tekanan dan temperatur rendah serta berfasa cair. Kemudian, di evaporator, refrigeran menyerap kalor dari objek yang didinginkan sehingga fasanya berubah menjadi gas (titik B). Refrigeran yang berfasa gas ini mengalir ke absorber sehingga diabsorpsi oleh larutan LiBr, akbatnya larutan kaya akan refrigeran, keadaan ini disebut dengan larutan kuat (strong solution), kemudian larutan kuat ini dipompakan ke generator (titik C). Pada generator, kalor digunakan untuk memisahkan antara refrigeran dan pelarut. Karena titik didih refrigeran lebih rendah dari pada pelarut maka refrigeran menguap menuju kondenser. Uap refrigeran ini kemudian terkondensasi pada kondenser dengan membuang kalor sehingga fasanya menjadi cair (titik D). Setelah itu Refrigeran dalam fasa cair ini diekspansi sehingga tekanannya menjadi rendah (titik A). Siklus ini terus berlangsung sehingga efek refigerasi (proses A-B) terjadi secara kontinu. Disisi lain, pada siklus pelarut (B-C-E-F), larutan yang miskin akan refrigeran (titik C) diekspansikan untuk dialirkan ke absorber sehingga mengabsorb refrigeran menjadi larutan kuat. Siklus ini pun berlangsung terus menerus.
Untuk keperluan pengkondisian udara biasanya digunakan sistem air (H2O) sebagai refrigeran dan Larutan Litium Bromida (LiBr) sebagai pelarut. Sedangkan untuk keperluan yang membutuhkan temperatur lebih rendah, seperti pembuatan es, digunakan ammonia (NH3) sebagai refrigeran dan air (H2O) sebagai pelarut.
Pemanfaatan energi panas matahari untuk sistem refrigerasi absorpsi
Jika dibandingkan dengan sistem refrigerasi kompresi uap (sistem yang umum digunakan saat ini), sistem refrigerasi absorpsi memang memiliki koefisien kinerja (COP) yang jauh lebih rendah, namun sistem ini lebih unggul jika energi panas tersedia secara gratis seperti panas matahari atau panas buangan sistem lain (contoh: panas buangan pembangkit listrik).
Untuk memanfaatkan panas matahari pada sistem ini, energi panas matahari harus diserap pada medium tertentu (biasanya dalam bentuk fluida) dengan menggunakan solar collector, kemudian energi panas ini ditransfer untuk digunakan pada generator. Medium yang digunakan dapat berupa uap air panas (steam) atau air panas. Panas (kalor) yang dimiliki oleh medium ini kemudian diberikan ke generator dengan menggunakan penukar kalor (heat exchanger). Dengan memanfaatkan panas matahari, maka energi listrik yang butuhkan hanyalah untuk keperluan pompa dimana konsumsi energinya jauh lebih kecil dari pada kompresor pada sistem refrigerasi kompresi uap.
KONSUMSI energi untuk sistem pendingin udara (AC) pada bangunan dapat mencapai lebih dari 60% dari total konsumsi energi. Saat ini hampir semua
- Usut Tuntas Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: Menunggu Implementasi Revolusi Mental Polri
- Laut China Selatan, Teledor Atau Terjerat Calo Kekuasaan
- Kelapa Sawit untuk Pembangunan Berkelanjutan
- Kapan Seorang Anak Mulai Memiliki Cita-Cita?
- Problematika Penanganan Perkara Judi Online
- Napoleon Der Bataks: Kisah Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih