PPDB Jakarta Tak Berdasarkan Nilai, Kemendikbud: Harusnya Sudah Sejak 2017

PPDB Jakarta Tak Berdasarkan Nilai, Kemendikbud: Harusnya Sudah Sejak 2017
Sejumlah orang tua murid menolak PPDB DKI Jakarta menerapkan sistem zonasi dan syarat usia berunjuk rasa di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Adapun seleksi prioritas usia tertua bisa dilakukan jika jarak rumah calon siswa dengan sekolah adalah sama," sambungnya.

Kenyataannya, lanjut Satriwan, di sekolah-sekolah negeri di DKI berkata lain, misal di SMA Negeri X dan SMP Negeri Y (yang FSGI coba wawancarai, tak mau disebutkan nama sekolahnya oleh narasumber).

Penerimaan siswa jalur afirmasi kuotanya sebesar 25 % dari daya tampung di sekolah tersebut. Nah, ketika calon siswa mendaftar ke sekolah, secara otomatis by system maka yang bisa ikut pendaftaran afirmasi adalah para siswa yang usianya di atas atau lebih tua.

Misalnya usia 19; 18; 17. Diambil dari 1-25 dengan usia tertinggi tersebut.

Otomatis usia di bawahnya tak bisa mendaftar atau langsung tertolak oleh sistem, sebab kuotanya sudah terpenuhi.

Lebih mengkhawatirkan lagi, prasyarat utama usia ini juga diberlakukan bagi jalur zonasi (jarak) yang di DKI Jakarta alokasinya sebesar 40 persen.

Sama dengan contoh di atas tadi. Artinya calon siswa pendaftar yang usianya di bawah, jika melampaui kuota di sekolah, maka yang akan diambil adalah usia tertua.

"Pada konteks inilah kebijakan dan pelaksanaan PPDB DKI berpotensi diskriminatif dan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44/2019," terang Satriwan. (esy/jpnn)

PPDB Jakarta yang menerapkan batasan usia mendapat penolakan dari sejumlah orang tua siswa, begini respons kemendikbud.


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News