PPKM da Lopez
Demikian juga, misalkan, bulan depan PPKM diakhiri. Lalu dimunculkan istilah yang baru lagi. Saya pun tidak akan mengeluh. Saya menyadari: mengeluh dan resah hanya merugikan diri sendiri.
Saya masih cukup terhibur melihat banyak baliho Mbak Puan di berbagai sudut kota Surabaya. Pertanda Mbak Puan tidak sedang ghosting seperti yang digunjingkan di medsos.
Konsultan baliho itu cukup cerdas. Setidaknya bisa memahami perasaan rakyat. Tidak banyak kata di situ. Tidak banyak ajakan. Tidak banyak slogan politik. "Jaga Iman dan jaga Imun". Hanya itu yang diserukan.
Tidak terlihat ada maksud agar ratingnya sebagai calon presiden sedikit lebih baik dari angka sepatu anak balita.
Tentu sang konsultan tahu: rakyat lagi muak politik. Pun di Malaysia. Di sana video yang menjerit dan memaki politisi sangat viral.
Di sini sikap antipolitik itu cukup diwakili film musikal berjudul DPR –meski orang seperti saya sebenarnya sangat menunggu Iwan Fals atau Slank.
Film musikal dari kelompok Jovi da Lopez ini cocok dengan suasana batin sekarang: mengkritik sambil menghibur. Toh nyatanya masyarakat memang lebih peduli acara gosip bintang film daripada uang Rp 1.000 triliun.
Jovi da Lopez lahir di San Francisco. Umur 31 tahun. Ia sarjana MIPA Universitas Indonesia. Ayahnya Flores, ibunya Manado.