Prabowo dan Trump

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Prabowo dan Trump
Menhan Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/jpnn.com

Sindiran Lipson dan Tapsell itu sebenarnya merupakan kritik atas sistem demokrasi Indonesia yang penuh dengan anomali atau ketidaknormalan.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sekarang sudah sangat transparan dan terpantau di ruang-ruang sosial media. Semua aktivitas politik bisa terekam dalam jejak digital yang tidak bisa dihapus.

Hal itu bisa menjadi catatan serius bagi para politisi di masa mendatang, sekaligus bisa menjadi bahan olok-olok, bahan rundungan, atau sekadar menjadi bahan humor.

Anomali politik Indonesia yang ada kemiripan dengan Amerika bukan hanya terjadi pada Pilpres 2019, tetapi juga pada Pilpres 2014.

Ketika itu lakonnya juga Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa. Lawannya adalah pasangan Joko Widodo dengan M. Jusuf Kalla.

Ketika itu juga terjadi saling klaim kemenangan. Malah ada capres yang sudah sujud syukur merayakan kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count. Belakangan hasil hitung cepat itu berbeda dengan hasil hitung KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Saling klaim juga terjadi di AS dalam Pilpres 2020. Donald Trump dan Joe Biden saling mengklaim kemenangan karena selisih tipis dalam perolehan suara elektoral dalam proyeksi hasil Pilpres AS.

Donald Trump mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (Supreme Court) dan mengklaim telah terjadi kecurangan penghitungan.

Dunia akan menanti apakah Trump dan Prabowo bisa mencatat sejarah baru, sebagai pemenang atau pecundang abadi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News