Praktik Trader Bertingkat Bikin Harga Gas Jadi Mahal

Praktik Trader Bertingkat Bikin Harga Gas Jadi Mahal
Praktik Trader Bertingkat Bikin Harga Gas Jadi Mahal

"Dengan tidak terkontrolnya selisih harga dari pasok dan harga di konsumen, memungkinkan selisih harga gas ini menjadi besar, yang memungkinkan menciptakan banyak trader pada rantai transaksi dari pemasok sampai ke konsumen," demikian bunyi di dokumen tersebut.

Dokumen itu juga mencontohkan sistem penjualan gas disalah satu wilayah, yakni di Bekasi, Jawa Barat. Sumber gas di Bekasi yang berasal dari PT Pertamina EP, anak usaha Pertamina, pertama kali dijual kepada PT Pertamina Gas (Pertagas).

Pertagas lalu menjual gas tersebut kepada PT Odira sebagai pemasok/ trader pertama yang lalu menjual kembali gas tersebut ke trader berikutnya, yaitu PT Mutiara Energi dengan harga USD 9 per MMBtu.

Lalu, Mutiara Energi mengalirkan gas menuju trader berikutnya, yaitu PT Berkah Usaha Energi, dengan menggunakan pipa 'open access' milik Pertagas (pipa 'open access' Pertagas berdiameter 24 inchi sepanjang 78 km) dengan membayar 'toll fee' sebesar USD 0,22 per MMBtu.

Selanjutnya, Mutiara Energi menjual ke trader berikutnya, yaitu PT Berkah Utama Energi seharga USD 11,75 per MMBtu. Di sini sudah terjadi selisih harga sebesar USD 2,75 per MMBtu.

Kemudian, Berkah Utama Energi membangun pipa berdiameter 12 inchi sepanjang 950 meter, dan menjual ke trader berikutnya, yaitu PT Gazcomm Energi dengan harga USD 12,25 per MMBtu. Ada selisih harga USD 0,50 per MMBtu.

Terakhir, Gazcomm membangun pipa berdiameter 6 inchi sepanjang 182 meter dan menjual gas ke konsumen PT Torabika dengan harga USD 14,5 per MMBtu. Terdapat selisih harga USD 2,25 per MMBtu.

"Tidak bisa dimengerti dari sudut pandang efisiensi, jarak konsumen dengan pipa Pertagas hanya 1 km, diciptakan dua badan usaha, yaitu Berkah dengan membangun 950 meter pipa, dan Gazcomm dengan membangun 180 meter pipa. Ini bisa dikatakan mensiasati agar dikeluarkan izin pipa dedicated hilir," tulis dokumen.

JPNN.com JAKARTA - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi mengatakan bukti dokumen yang dipublikasikan BPH Migas menunjukkan bahwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News