Praktisi Hukum Anggap Revisi UU Kejaksaan Perlu Dikaji Ulang

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pakar hukum menilai Revisi UU Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan perlu dievaluasi, karena beberapa ketentuan melemahkan sistem hukum di Indonesia.
Hal demikian tertuang dalam diskusi berjudul Kejaksaan Superbody dan Ancaman Kekuasaan Absolut di Gedung Theater Prof. Qodri Azizy ISDB, Fakultas Syariah & Hukum, UIN Walisongo, Semarang.
Para narasumber dalam acara itu ialah Guru Besar Ilmu Hukum UIN Walisongo Achmad Gunaryo, Ketua PKY Jateng sekaligus penghubung Komisi Yudisial Muhammad Farhan, dan advokat sekaligus praktisi hukum dan politik Bambang Riyanto.
Bambang mengatakan sejumlah pasal dalam RUU Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan memuat kontroversi, sehingga pembahasan rancangan aturan itu perlu dipikirkan ulang.
"Dalam perubahan UU Kejaksaan ada beberapa item yang harus dikaji ulang," kata dia dalam keterangannya seperti dikutip, Sabtu (8/2).
Dia mengungkapkan sejumlah ketentuan yang berpotensi melemahkan sistem hukum di Revisi UU Kejaksaan, yakni Pasal 8 Ayat 5 soal pemeriksaan, Pasal 11A Ayat 2 soal rangkap jabatan, dan Pasal 30B soal pengamanan pembangunan.
Bambang beranggapan pasal soal rangkap jabatan di RUU Kejaksaan perlu dikaji untuk mencegah konflik kepentingan.
"Kemudian Pasal 30B huruf 'e' (soal pengawasan multimedia, red)," lanjut Bambang.
Advokat sekaligus praktisi hukum dan politik Bambang Riyanto merasa RUU Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan perlu dikaji ulang.
- Kewenangan Berlebihan Jaksa di UU dan RUU Kejaksaan Dinilai Berbahaya
- Akademisi Sebut Asas Dominus Litis Sangat Berbahaya, Ini Penjelasannya
- Advokat Pertanyakan Urgensi Hak Imunitas Jaksa: Lebih Baik Dihilangkan
- Pitra Romadoni Nasution Pimpin Perkumpulan Praktisi & Ahli Hukum Indonesia
- Praktisi Hukum Edi Danggur: Penetapan Hasto Sebagai Tersangka Sangat Politis
- HMI Cabang Jaksel Siap Turun ke Jalan Kritisi UU Kejaksaan