Praktisi Media Minta Perlu Ada Narasumber yang Kredibel untuk Menyikapi Isu BPA
Dia melihat banyak narasumber yang tidak memiliki keahlian mengenai keilmuan yang terkait dengan BPA ini dijadikan narasumber oleh para media.
"Ini kan malah membuat publik bingung membacanya. Dikawatirkan lagi, apa yang disampaikan para narasumber itu malah akan membuat isu ini menjadi berkepanjangan karena mereka hanya dimanfaatkan saja untuk framing berita," tukasnya.
Hal-hal seperti ini, menurutnya, seharusnya bisa dibaca oleh wartawan. Sayangnya, Satrio melihat dalam dunia media saat ini banyak para pekerja pers yang hanya bisa menulis berita saja tanpa memahami dan tau etika jurnalistik. “Jadi, mereka belum bisa disebut sebagai wartawan profesional karena belum menerapkan prinsip-prinsip jurnalistik secara pas,” tukasnya.
Celakanya lagi, lanjutnya, saat ini tidak ada penanda yang jelas antara tulisan hasil karya jurnalisme atau tulisan berbayar (advertorial). Hal itu membuat pembaca tidak tahu apakah ini berita organik (murni) atau berita komersial berbayar.
Kekisruhan ini juga ditambah dengan kehadiran ‘bohir’ atau mediator penyebaran ‘rilis’ yang diduga memberikan ‘balas jasa’ ke media yang menerbitkan tulisan sesuai ‘rilis’ tanpa melakukan cek ricek.
Dalam memilih narasumber itu, kata Satrio, kalau di media-media yang profesional, biasanya ada arahan dari pimpinannya apakah itu redaktur, redpel, atau pemred untuk mencari narasumber yang benar-benar menguasai materi yang akan ditanyakan.
"Ketika meliput begitu harusnya. Jadi tidak asal meliput dan ditayangkan begitu saja tanpa mengetahui latar belakang narasumbernya,” tukasnya.
Wakil Ketua Dewan Pers periode 1999-2022, Hendry Ch Bangun juga mengatakan seharusnya berita-berita yang tidak sesuai prinsip-prinsip jurnalis itu tidak layak untuk ditayangkan. “Buat apa dimuat,” katanya.
Menurutnya, pemuatan rilis itu tergantung nilai beritanya apakah ada atau tidak. Kemudian juga sesuai atau tidak dengan visi misi media itu. “Dan harus dicek apakah berimbang atau partisan. Sebab yang kena nanti kan medianya kalau ada apa-apa,” ujarnya.
Banyak yang melihat isu BPA ini tidak terlepas dari isu persaingan usaha dari industri air minum dalam kemasan (AMDK).
- IAKMI Sebut Pelabelan 'Berpotensi Mengandung BPA' Pada Galon AMDK yang Sudah SNI Tak Perlu
- Pakar: Bahaya BPA Merupakan Ancaman Kesehatan, Bukan Isu Persaingan Usaha
- Sah! Ariawan Kembali Pimpin Koordinatoriat Wartawan Parlemen
- Pakar Sebut Migrasi BPA dari Galon ke Air Sulit Terjadi
- Ketua KWP Ariawan Harap UMKM Fest Jadi Wadah Promosi dan Publikasi Usaha Wartawan
- Dokter Karin Wiradarma Pastikan Air Kemasan Galon PC Aman Bagi Tubuh