Praktisi Media Minta Perlu Ada Narasumber yang Kredibel untuk Menyikapi Isu BPA
Hal senada juga disampaikan Anggota Dewan Pers periode 2022-2025, Agus Sudibyo. Menurutnya, media massa harus memeriksa otoritas dan kredibilitas sumber sebelum mengutip sumber tersebut. “Otoritas dan kredibilitas sumber menentukan apakah dia layak dikutip atau tidak,” ucapnya.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers periode 2022-2025, Yadi Hendriana, mengatakan berita atau sebuah kasus itu tidak boleh diiklankan di media. Perusahaan media juga harus memberi keterangan jelas jika informasi tersebut berbayar atau ada sponsornya.
“Apalagi iklan itu merupakan sebuah berita yang menggunakan pernyataan narasumber tertentu yang dengan sengaja digiring untuk mendiskreditkan produk pihak lain, itu jelas tidak boleh,” katanya.
Jika itu terjadi, dia mengatakan pihak-pihak yang dirugikan oleh iklan tersebut bisa menuntut di pengadilan.
Lebih lanjut Yadi mengutarakan, iklan itu hanya berupa kampanye untuk sebuah produk atau lembaga. Yang dimuat itu adalah keunggulan-keunggulan produk atau lembaganya dengan tidak berupaya untuk menjatuhkan produk atau lembaga pihak lain. “Iklan itu kan hanya kampanye tentang produk, bukan menjelek-jelekkan produk orang lain. Jadi, bentuknya juga tidak perlu cover both side seperti berita,” tukasnya.
Ketua Pokja Media Sustainability Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Hery Trianto juga menegaskan bahwa pada umumnya rilis itu perlu di crosscheck dan harus cover both side. “Yang penting sebenarnya apakah benar informasinya, harus diverifikasi, kemudian kalau melibatkan dua pihak apalagi itu yang berkonflik seperti yang terjadi pada perusahaan AMDK saat ini, harus dicek kebenaran dari klaim-klaim yang mereka lakukan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan, melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha. “Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, juga mengatakan sangat menyayangkan adanya upaya-upaya dari pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu terkait bahaya BPA di salah satu produk AMDK di masyarakat. Dia melihat isu soal BPA ini sangat sensitif.
Dia meminta agar pihak-pihak yang menghembuskan isu terkait BPA ini tidak merusak pemulihan industri di tengah pasar yang belum bagus akibat pandemi. “Apalagi saat ini fokus pemerintah adalah memulihkan ekonomi di tengah pandemi. Konsentrasi kita sekarang melakukan pemulihan industri karena pasar di dalam negeri masih belum bagus,” ucapnya.
Banyak yang melihat isu BPA ini tidak terlepas dari isu persaingan usaha dari industri air minum dalam kemasan (AMDK).
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean
- IAKMI Sebut Pelabelan 'Berpotensi Mengandung BPA' Pada Galon AMDK yang Sudah SNI Tak Perlu
- Pakar: Bahaya BPA Merupakan Ancaman Kesehatan, Bukan Isu Persaingan Usaha
- Sah! Ariawan Kembali Pimpin Koordinatoriat Wartawan Parlemen
- Pakar Sebut Migrasi BPA dari Galon ke Air Sulit Terjadi
- Ketua KWP Ariawan Harap UMKM Fest Jadi Wadah Promosi dan Publikasi Usaha Wartawan
- Dokter Karin Wiradarma Pastikan Air Kemasan Galon PC Aman Bagi Tubuh