Prefunding Diprediksi Tingkatkan Risiko Utang
jpnn.com, JAKARTA - Penarikan utang atau prefunding dalam jumlah besar pada pengujung tahun ini bakal meningkatkan risiko utang.
Tidak hanya terkait dengan kapasitas fiskal pemerintah, tapi juga risiko di pasar keuangan.
Efek crowding-out alias situasi saat terjadi perebutan dana segar antara pemerintah dan korporasi atau jasa keuangan pun menjadi ancaman.
Ekonom Institut for Development of Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, meski dana yang ditarik tidak berasal dari dana pihak ketiga (DPK) di dalam negeri, risiko crowding-out tetap ada.
Sebab, mayoritas pembeli surat utang negara (SUN) adalah investor lokal.
Mereka juga merupakan pemain lama yang memang selalu memborong surat utang, baik berdenominasi rupiah maupun dolar Amerika Serikat (AS).
”Berdasar data terakhir, 39 persen pemilik SUN, baik yang denominasi rupiah maupun valas, adalah investor asing. Artinya, 61 persen tetap berasal dari pembeli lokal,” katanya kepada Jawa Pos, Rabu (6/12).
Untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran yang besar pada awal tahun, pemerintah memutuskan melakukan penarikan utang lebih awal pada Desember.
Penarikan utang atau prefunding dalam jumlah besar pada pengujung tahun ini bakal meningkatkan risiko utang.
- Rencana Prabowo Optimalkan Pajak di Program Makan Gratis Mengancam Pembangunan IKN
- Libur Panjang Cuti Bersama Iduladha Bagus bagi Perekonomian, Begini Kata Pengamat
- Ekonomi RI Tumbuh di Atas 5 Persen, Pakar Ini Beri Peringatan kepada Pemerintah
- Cegah PHK, Pemerintah Harus Memperluas Pasar Ekspor Garmen
- Kurs Rupiah Ngeri-Ngeri Sedap, Diprediksi Bisa Makin 'Gila'
- KTP Jadi Syarat Beli Minyak Goreng Curah, Ekonom: Mempersulit Pembeli