Premi Restrukturisasi Perbankan Masih Dikaji
jpnn.com - jpnn.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Kementerian Keuangan masih mengkaji besaran yang akan dikenakan untuk premi pendanaan program restrukturisasi perbankan (PRP).
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengungkapkan, besaran iuran premi sedang dihitung.
’’PRP itu adalah tambahan dari premi eksisting LPS 0,2 persen. Pertanyaannya, rate berapa dan adakah grace period-nya atau jeda waktu berapa tahun setelah ditetapkan, hal itu masih didiskusikan,’’ ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu.
Fauzi menjelaskan, diskusi dengan stakeholders dan pelaku industri jasa keuangan terus dilakukan.
Pihaknya meminta masukan agar regulator dan pemerintah bisa menetapkan besaran iuran premi PRP yang tidak akan membebani pelaku di industri perbankan.
’’Sekarang kami butuh masukan dari stakeholders dan perbankan. Tentu, akan keberatan kalau terlalu besar. Tapi, yang menentukan adalah pemerintah,’’ jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, penerapan PRP dapat diterapkan ke bank dengan status sistemik ataupun nonsistemik. BPR juga tak ketinggalan.
Namun, untuk BPR, premi yang dikenakan sangat mungkin mendekati nol persen. ’’Sebab, hal tersebut mendekati mandat UU. UU kan hanya membagi bank sistemik dan nonsistemik. Selain itu, BPR kan masuk nonsistemik,’’ tuturnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Kementerian Keuangan masih mengkaji besaran yang akan dikenakan untuk premi pendanaan program restrukturisasi
- Soal Dampak Green Bond, BNI Bisa Jadi Contoh dan Acuan Bagi Sektor Perbankan di Indonesia
- BTN Raih 2 Penghargaan di Ajang Global Retail Banking Innovation Awards 2024
- IESR Sebut IPO Menjadi Salah Satu Opsi Pendanaan Energi Terbarukan Melalui Bursa Efek
- SuperApp BYOND by BSI, Hadirkan 130 Fitur Layanan yang Aman Diakses
- Teknologi Peruri Graph Analytic Bantu Amankan Data BPR-BPRS
- BRI Peduli Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Peserta Mencapai 13.200 Orang