Presiden Boleh Berkampanye, Pengamat Politik Singgung Integritas Politik dan Sarat Konflik Kepentingan
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Robi Nurhadi merespons pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.
Menurut Robi Nurhadi, pernyataan presiden itu memang tidak diatur dalam regulasi yang melanggar. Namun, presiden sedang membangun suatu kebiasaan politik yang cenderung tidak pernah terjadi di Indonesia.
“Saya mempertanyakan tentang integritas politik,” ujar Robi Nurhadi saat diskusi publik yang digelar Indonesian Youth Conggress pada Jumat (26/1/2024).
Menurut Robi, pernyataan Presiden Jokowi ini bukan pernyataan yang Netral. Artinya, ketika beliau menyampaikan itu pada posisi yang memiliki kepentingan.
"Kalau presiden menyatakan seperti itu tidak dalam posisi yang berpihak dalam arti tidak ada kepentingan keberpihakan sebelumnya, maka kami bisa melihat suatu hal yang wajar.
Namun, publik melihat ada kepentingan dan keberpihakan sebelumnya. Ini adalah satu persoalan,” ujar Robi Nurhadi.
Robi menjelaskan setiap perjabat itu dikenai dengan hukum status and rolle law. Kedudukan politik tentu menuntut peran politik.
Pernyataan Presiden tidak bisa dikontekskan seperti di Amerika yang sudah terbangun tradisinya. Presiden diukur dalam konsep status and rolle law.
Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Robi Nurhadi merespons pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.
- Jokowi Seharusnya Tidak Memanfaatkan Prabowo Demi Kepentingan Politik Pribadi
- Bukti Chat Perlihatkan Kepentingan Terselubung di Dewan Etik Persepi
- Prabowo dan Jokowi Bertemu di Surakarta, Lalu Makan ke Angkringan
- Gugatan Ditolak PTUN, Ketua Tim Hukum PDIP Menggaungkan Prabowo Yes, Gibran No
- PDIP Menerima Putusan PTUN, tetapi Persoalkan Hakim yang Membuatnya
- Upaya PDIP Jegal Gibran Kandas di PTUN, Ronny Bilang Begini