Presiden Harus Punya Visi Besar Penanggulangan Bencana

jpnn.com, JAKARTA - Bencana besar gempa dan tsunami Aceh 2004 dapat dikatakan menjadi wake up call bagi bangsa ini terhadap penanggulangan bencana. Gempa bumi dan tsunami Aceh yang merenggut lebih dari 240 ribu jiwa, meluluhlantakkan seisi kota dan mengakibatkan kerugian lebih dari Rp 42 triliun ini, menyadarkan bangsa ini bahwa kita hidup berdampingan dengan bencana.
Letak Indonesia yang ada di cincin api Pasifik, memang rentan terhadap guncangan gempa besar dan letusan gunung berapi yang berpotensi tsunami. Setelah Aceh, ketangguhan Indonesia terhadap bencana kembali diuji mulai dari gempa bumi Yogyakarta (2006), gempa Padang (2009), tsunami Mentawai, erupsi Merapi Yogyakarta, banjir bandang Wasior (2010), dan bencana yang terjadi sepanjang 2018 yaitu gempa bumi Lombok, gempa dan tsunami Palu-Donggala, serta terakhir tsunami Banten-Lampung.
Senator atau Anggota DPD RI Fahiri Idris mengungkapkan dalam empat tahun terakhir ini penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia mulai dari kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana bahkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi tidak mengalami kemajuan signifikan dari masa sebelumnya. Bahkan banyak pihak yang berpendapat mengalami kemunduran. Oleh karena itu, presiden ke depan harus punya visi besar penanggulangan bencana.
“Padahal semasa Presiden SBY, Indonesia sudah menjadi focal point penanggulangan bencana tidak hanya di regional Asia tetapi juga dunia. Banyak negara berkembang yang belajar dari Indonesia cara penanganan bencana. Oleh karena itu, bangsa ini tidak punya pilihan lain, selain mempunyai presiden yang punya visi besar penanggulangan bencana,” kata Fahira Idris dalam siaran persnya, Jumat (28/12/2018).
Menurut Fahira, idealnya penanggulangan bencana di Indonesia dalam empat tahun terakhir ini bisa lebih terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh karena semua perangkat, baik itu dari sisi regulasi (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) maupun badan penyelenggaraan penanggulangan bencana, semuanya sudah tersedia.
Ditambah pengalaman penanggulangan berbagai bencana pascagempa dan tsunami Aceh, seharusnya, menurut Fahira, penanggulangan bencana yang terjadi sepanjang 2018 ini berjalan lebih baik dan maju, bukan malah sebaliknya.
“Saya mau ingatkan kepada kedua capres bahwa penanggulangan bencana sesuai amanat undang-undang adalah bagian integral dan menjadi prioritas pembangunan nasional. Jangan hanya sebatas narasi dalam visi misi dan dalam RPJMN, tetapi political will mulai dari anggaran hingga program aksinya tidak menjadi prioritas,” ujar Fahira yang kembali mencalonkan diri sebagai Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini.(jpnn)
Letak Indonesia yang ada di cincin api Pasifik, memang rentan terhadap guncangan gempa besar dan letusan gunung berapi yang berpotensi tsunami.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Setelah Pelantikan Kepala Daerah, Sultan Wacanakan Gubernur Dipilih Secara Tidak Langsung, Simak Penjelasannya
- Senator NTT Abraham Liyanto Luncurkan Buku Keempat
- Senator Abraham Liyanto: Segera Implementasikan Guru PPPK Dapat Mengajar di Sekolah Swasta
- Tanggapi Ajakan Berpindah Warga Negara, Sultan: Kabur Apalagi Menyerah Bukan DNA Pemuda Indonesia
- Gosip N.d.a.s
- PPUU DPD RI Lakukan Kunjungan Kerja di Jatim, Nih Agendanya