Presiden Jawa

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Presiden Jawa
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com.

Kemudian  ‘’No’’ dihubung-hubungkan dengan Sukarno, ‘’To’’ dihubungkan dengan Soeharto, dan seterusnya. 

Tentu saja ini ilmu gutak-gatuk alias utak-atik yang tidak ilmiah. 

Nama-nama presiden berikutnya tidak berurutan seperti akronim notonegoro, karena presiden berikut setelah Pak Harto adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Akan tetapi, seorang pendukung Gus Dur bercanda bahwa nama Gus Dur masuk dalam Jangka Jayabaya. 

Menurutnya, Jayabaya menyebut penguasa nusantara adalah ‘’Notomanconegoro’’.

Berarti, setelah ‘’No’’ kemudian ‘’To’’ setelah itu ‘’Man’’ yang merujuk pada ‘’Abdurrahman Wahid’’. 

Tentu saja ini juga sekadar canda politik.

Fakta demografis, sosiologis, dan historis memang menunjukkan dominasi etnis Jawa sebagai etnis terbesar dan berpengaruh. 

Dalam wawancara dengan Rocky Gerung, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kalau bukan orang Jawa sebaiknya tidak usah memaksa mencalonkan diri menjadi presiden.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News