Prestasi Baru setelah Azra Pimpin UI Negeri
Oleh Dahlan Iskan
Melihat new hope seperti itu, saya mencari nomor telepon Prof Azyumardi Azra. Sudah sangat lama saya kehilangan kontak beliau. Saya ingin tahu asbabun nuzul ide dasar beliau mengubah IAIN dulu. Ternyata beliau juga lagi mengajar di Unisma.
Prof Azra tentu bukan pemimpin biasa. Setidaknya tiga terobosan besar beliau lakukan. Dia terobos aturan. Yang tidak mungkin jadi terbuka. Pertama, dia paksakan untuk dapat izin membuka FK yang mestinya tidak boleh.
Kedua, dia paksakan agar Jepang memberikan bantuan yang cukup. Ketiga, dia paksakan Prof Dr dr M.K. Tadjudin yang baru turun dari jabatan rektor Universitas Indonesia (UI) yang begitu bergengsi untuk bersedia menjadi dekan sebuah fakultas baru di UIN. Kalau ada moto “kemauan yang keras bisa meruntuhkan gunung”, kemauan Prof Azra itu buktinya. 
Prof Azra tahu membuka fakultas kedokteran tidak boleh asal buka. Laboratoriumnya harus bagus dan lengkap. Dan itu mahal. Tapi, beliau berhasil merayu pemerintah Jepang untuk mengadakannya. Dengan alasan sebagai monumen abadi hubungan Jepang dengan umat Islam Indonesia. “Karena itu, lab FK UIN termasuk yang terbaik di Indonesia,” kata beliau. Kini FK UIN sudah meluluskan lebih dari 500 dokter. Hampir 50 persen berlatar belakang pesantren atau madrasah aliyah.
Prof Azra memang menginginkan kian banyaknya dokter yang mengerti fikih Islam. Karena itu, mahasiswa baru FK UIN wajib masuk asrama selama dua tahun pertama. Untuk mendapat pendidikan agama. Juga untuk tertib ibadah, termasuk wajib salat malam.
Prestasi tahunan FK UIN tidak kalah dengan FK universitas terkemuka. “Memang tidak pernah nomor satu, tapi hampir selalu nomor dua,” ujar Prof Azra. “Sudah sering mengalahkan UI,” tambahnya. “Saking seringnya, UIN dikira UI yang negeri,” guraunya mengutip gurauan di masyarakat.
Saat ini ada salah seorang mahasiswa di FK UIN yang baru berumur 17 tahun sudah co-as. Artinya, dia sudah dokter muda. Namanya: Gulam Gumilar. Itu berarti umur 20 tahun nanti Gulam sudah lulus dokter. Anak ini waktu kelas II SD di Malang dikeluarkan dari sekolah. Nakal. Suka mengganggu temannya dan naik-naik meja.
Setelah dibawa ke psikolog baru ketahuan: IQ-nya 150. Memang, setiap kali ulangan, dia hanya perlu waktu sepuluh menit untuk menyelesaikan. Teman-temannya perlu setengah jam. Akibatnya, dia lama menganggur. Tidak bisa diam. Lalu ganggu-ganggu temannya.