Pria Aborigin Tertua di Australia Stephen Steward, Telah Menjalani Hidup yang

"Tidak pernah ada uang saat itu. Pekerja pribumi tak pernah dibayar," katanya.
"Saya mulai bekerja sejak masih kecil, tak lama setelah kehilangan ayah saya," ujarnya.
"Pekerjaan pertama saya adalah di Pardoo, di toko besar di mana mereka memberi saya satu kunci pas untuk mengencangkan semua baut untuk tukang kayu," jelas Stephen.
"Kemudian saya dipromosikan ke pekerjaan besar. Saya membuat wisma tempat tinggal, yang masih ada di sana sampai hari ini," katanya.
Bekerja berjam-jam di bawah suhu 40 derajat dengan imbalan sangat kecil merupakan hal yang biasa dialami pekerja pribumi.
Pada 1 Mei 1946, sebanyak 800 pekerja termasuk Stephen, meninggalkan peternakan dan memulai Pemogokan Pilbara.
Tuntutan mereka untuk upah yang adil dan kondisi kerja yang baik, telah membuka jalan bagi diakuinya hak-hak pribumi di Australia.
"Kami menginginkan hak untuk hidup normal," kata Stephen.
Stephen Stewart telah melewati segala rintangan untuk menjaga budaya Aborigin tetap hidup selama lebih dari satu abad usianya
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia