Prihatin Ibu Hamil, Tanah pun Dihibahkan untuk Posyandu
Karena itu, tidak terlalu sulit bagi dia melakukan pemeriksaan dasar bagi ibu hamil. Hanya, dia kini sudah tidak melakukan pertolongan sendiri terhadap proses persalinan. Dia sudah mengetahui bahaya yang mengancam jika penanganan tersebut tidak dilakukan oleh ahlinya meskipun dirinya telah memiliki pengalaman yang memadai untuk membantu persalinan. Kini Elizabeth lebih berhati-hati. Dia lebih memilih memanggil bidan di kecamatan untuk membantu proses persalinan ibu hamil di desanya.
”Nenek punya sekolah tidak tamat. Nenek hanya bermodal semangat dan ingin mengabdi kepada Tuhan dan masyarakat. Untuk itulah, saya jadi kader,” ujar Nenek Remaja.
Setelah bertahun-tahun warga melakukan kegiatan posyandu di rumah Elizabeth, akhirnya pada 2010 Desa Boda-Boda mendapat bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk membangun posyandu. Sayang, niat itu terkendala karena tidak ada lokasi yang pas untuk pembangunan posyandu di desa tersebut.
Mengetahui hal itu, Nenek Remaja kembali turun tangan. Dia kemudian mengusulkan agar posyandu tetap dibangun di dekat rumahnya. Dengan sukarela dia memberikan tanah di samping rumahnya untuk digunakan sebagai posyandu. Padahal, kalau dia mau, tanah tersebut bisa dijual dengan harga yang lumayan mahal untuk kehidupan pribadi. Namun, hal itu tak dia lakukan. Dia memilih untuk menghibahkan tanahnya demi mengabdi kepada masyarakat.
Secercah harapan untuk kesehatan yang lebih baik pun muncul lagi setelah itu. Para ibu hamil dan balita di desa tersebut dapat bernapas lega. Pelayanan yang sebelumnya hanya seadanya mulai dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Posyandu itu pun menjadi lilin kecil bagi masa depan kesehatan masyarakat di desa terpencil tersebut. Keluarga Elizabeth beserta bidan-bidan di kecamatan terus meningkatkan pelayanan agar lebih baik. Selain pelayanan, ada penyuluhan-penyuluhan agar bukan hanya kader yang bisa membantu masyarakat, namun warga juga bisa lebih perhatian dengan kesehatan diri sendiri dan keluarga di dekatnya.
”Tapi, masih banyak juga yang tidak datang. Jadi, nenek yang harus datang menemui mereka,” tutur Elizabeth.
Risiko itu sangat dimengerti Elizabeth. Dia tahu bahwa tak semua warga bisa datang pada hari-hari yang telah ditentukan untuk pelayanan di posyandu. Kesibukan orang tua bekerja di ladang maupun di laut membuat mereka tak sempat membawa anak masing-masing ke posyandu. Karena itu, meski harus menempuh jarak yang cukup jauh dan medan yang tak mudah, Elizabeth memaksa tubuhnya untuk bergerak dan menemui ibu-ibu di rumah masing-masing. Perempuan kelahiran Mamasa itu tak ingin ibu hamil dan anak-anak di daerahnya kembali mengalami masalah kesehatan.
Atas pengabdian dan konsistensi Elizabeth selama 27 tahun untuk masyarakat itu, pada puncak Hari Kesehatan Nasional 2013 dia mendapat penghargaan sebagai kader lestari dari Kementerian Kesehatan di Jakarta, tepatnya 16 November lalu. Dia menjadi satu-satunya kader kesehatan yang meraih penghargaan tingkat nasional itu.
Umur bukan kendala untuk terus mengabdi kepada masyarakat sekitar. Elizabeth, 72, telah menunjukkan ketekunan dan kerelaannya 27 tahun membantu para
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408