Prita Sukses, Tiananmen Berdarah
Sabtu, 12 Desember 2009 – 11:52 WIB
LARILAH. Menghindar saja. Tak berarti kehilangan muka. Lari identik dengan mengalah. Bukan kalah. Inilah sebuah taktik dan strategi ketika berhadapan dengan gelombang arus pendapat yang semakin kuat di masyarakat. Melawan arus itu susah. Sebaliknya, meluncur bersama arus sungai yang mengalir, alangkah efisien dan mulus. Jika di depan ada air terjun yang menunggu, ya, menepilah. Fenomena arus pendapat umum kini kian menggejala. Dimulai dengan dukungan publik yang menolak kriminalisasi terhadap Bibit & Chandra, hingga ke kisah Bank Century, maupun aksi solidaritas terdahap Prita Mulyasari dengan aksi "Koin untuk Prita", yang kini sudah berjumlah Rp 500 juta. Padahal denda yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap Prita hanya Rp 204 juta, dalam kasus apa yang dianggap sebagai pencemaran nama RS Omni Internasional.
Kearifan ini kelihatannya yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menegaskan tetap mendukung gerakan Hari Antikorupsi Internasional. Sebelum terbang ke Bali, malam harinya Presiden berpidato, dan ditayangkan televisi secara meluas, yang menyatakan dukungannya seputar perayaan massal di berbagai kota itu. Padahal, sebelumnya ia mengingatkan tentang kemungkinan motif politik dari "kelompok tertentu" yang ingin menjatuhkannya sebagai presiden.
Baca Juga:
Terbukti perayaan di kawasan Monas dan Bunderan HI di Jakarta berlangsung relatif damai, meskipun ada aksi yang kurang elok di Makassar.
Baca Juga: