Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama
Pihak Kristen mestinya juga memiliki agenda internal yang tidak kalah besar. Bukan dalam menghadapi agama lain, melainkan menghadapi kenyataan baru: meningkatnya jumlah orang Kristen di Barat yang tidak mau lagi beragama. Jumlah mereka terus meningkat.
Tentu para pimpinan Kristen akan memiliki kesibukan yang luar biasa untuk mencegah hal itu terjadi. Bayangkan, sampai 2050 nanti, papar Pew, 170 juta orang Kristen menjadi tidak beragama. Khususnya di Inggris, Prancis, Belanda, dan Selandia Baru.
Hasil penelitian itu sangat menantang bagi para pimpinan agama tersebut di segala lapisan. Mungkin perlu lebih banyak pendeta dan pastor dari Indonesia untuk menjadi misionaris di sana, mengikuti jejak Pendeta Stephen Tong dari Batu, yang sangat terkenal hebat di Barat.
Sulitnya, pengertian ”tidak beragama” itu tidak sama dengan ”tidak bertuhan”. Mereka tetap percaya akan adanya Tuhan, tapi tidak mau terikat dengan agama apa pun. Itu berbeda dengan pengertian ateis atau komunis pada masa lalu.
Untuk masa depan, agama tampaknya memang harus sinkron dengan ilmu pengetahuan. Tidak bisa lagi agama mengajarkan A, ilmu pengetahuan membuktikan B. Pada zaman dulu, doktrin agama terbukti sering bertabrakan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Soal bumi bulat, soal manusia pertama, soal penciptaan alam semesta, misalnya, adalah beberapa contoh.
Ilmu kedokteran, terutama ilmu kromosom, DNA, dan sel, kelihatannya menjadi penyumbang terbesar doktrin kuno dalam menafsirkan doktrin agama. Demikian juga ilmu fisika dan ilmu kimia.
Lihatlah hasil penelitian lain ini. Sejak dua tahun lalu, agamawan aliran lama tertegun oleh penemuan partikel subatom baru. Penemunya memberi nama sindiran untuk ”barang” itu sebagai ”partikel Tuhan”. Sebab, mereka yakin bahwa partikel itulah yang menjadi awal mula terbentuknya jagat raya.
Tentu masih memerlukan pengujian lebih lanjut terhadap temuan itu. Tapi, mereka yakin akan bisa melanjutkan penelitiannya dan membuktikan kebenaran ilmiahnya.