Problem Pedet di Lobi Hotel
Senin, 04 Maret 2013 – 02:02 WIB
Maka para ahli yang hadir dalam diskusi itu; di antaranya Prof Syamsuddin Hasan (Unhas); Prof Damriyasa (Udayana); Prof Priyo Bintoro dan Prof Sunarso (Undip); Prof Ali Agus (UGM); Dr Ahmad Shodiq (Unsoed); Dr Saitul Fakhri (Universitas Jambi); serta Dr Bess Tiesnamurti, Prof Syamsul Bahri, Prof Kusuma Dwiyanto, dan Ir Abu Bakar (keempatnya dari Kementan); sepakat minta BUMN tidak hanya fokus menggemukkan sapi, tapi juga memproduksi pedet.
Para praktisi peternakan sapi dari berbagai daerah yang hadir juga menyuarakan hal sama. Yang diharapkan bukan BUMN yang membeli pedet peternak, tapi peternak membeli pedet dari BUMN.
Memang juga banyak data yang dipersoalkan hari itu. Terutama data jumlah sapi yang selama ini dianggap benar: 14 juta. Kalau angka itu benar, mestinya impor daging tidak diperlukan lagi.
Demikian juga data produksi dan penyaluran sperma beku untuk perkawinan/pembuahan buatan. Kalau benar data yang terpublikasikan selama ini, mestinya tidak akan kekurangan pedet. Kalaupun perkawinan buatan itu hanya berhasil 60 persennya (teorinya sampai 80 persen), mestinya ada 1,5 juta pedet yang lahir setiap tahun.
HARGA jual pedet (anak sapi) Rp 5 juta per ekor. Untuk menghasilkan satu pedet, seorang peternak menghabiskan uang Rp 9 juta. Jelaslah: Mana
BERITA TERKAIT