Produk Impor Marak, Kebijakan Post Border Harus Dievaluasi
“Naik sebesar 17,83 persen. Artinya, kenaikan impor tidak diimbangi dengan kenaikan ekspor,” kata Adyana.
Dia menjelaskan, penurunan komoditas ekspor terjadi pada produk andalan Indonesia yang berbasis sumber daya alam (SDA) dan memiliki keunggulan komparatif.
Misalnya, karet, kopi, minyak sawit, serta produk yang dihasilkan dengan teknologi rendah dan padat karya seperti kayu lapis, kertas, alas kaki, pulp, tekstil, serta pakaian jadi.
Di sisi lain, peningkatan impor nonmigas terbesar pada Agustus 2018 dibandingkan Juli 2018 adalah golongan susu, mentega, dan telur yang mencapai USD 48,6 juta atau setara 94,19 persen.
Sementara itu, penurunan impor terbesar adalah golongan mesin dan pesawat mekanik sebesar USD 296,3 juta atau setara 11,31 persen.
“Artinya, pemberlakuan ketentuan mengenai post border tidak efektif untuk mengurangi defisit neraca perdagangan. Sebab, impor yang datang bukan impor yang dibutuhkan sebagai pendukung ekspor, tetapi justru impor yang lebih berorientasi untuk kebutuhan konsumtif, “ jelas Adyana.
Dalam kesempatan yang sama, dosen Pascasarjana Administrasi Publik Unas Rusman Gazali merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan adanya surplus perdagangan sebesar USD 230 juta pada September 2018.
Namun, menurut dia, surplus tersebut bukan semata-mata karena keberhasilan pemerintah mengendalikan impor.
Made Adyana meminta pemerintah mengevaluasi pemberlakuan ketentuan penyederhanaan tata niaga impor.
- Buka Peluang Pasar UMKM ke Luar Negeri, Bea Cukai Tingkatkan Sinergi Antarinstansi
- Kisah Sukses Nasabah PNM Mekaar, Ekspor Olahan Sisik Ikan ke Berbagai Benua
- Kanwil Bea Cukai Banten Terbitkan Izin Fasilitas KITE untuk PT Polyplex Films Indonesia
- Ini Cara Bea Cukai Dorong UMKM Naik Kelas di Pasuruan, Tanjungpinang, dan Jambi
- Lebih dari 32.000 Pengunjung Ramaikan K-Expo Indonesia 2024
- Kanwil Bea Cukai Jatim II Dorong UMKM untuk Berkontribusi dalam Rantai Pasok Global