Produk Impor Marak, Kebijakan Post Border Harus Dievaluasi

Surplus itu, kata Rusman, lebih karena keberhasilan penerapan ketentuan penggunaan Biodiesel 20 (B-20) terhadap bahan bakar minyak.
Penerapan aturan itu berhasil mengurangi impor migas sebesar 25,20 persen dibanding Agustus 2018.
“Kita patut mensyukuri penurunan angka impor tersebut. Namun, ini tetap rentan karena impor nonmigas hanya turun 10,52 persen. Itu pun yang turun malah impor mesin/peralatan, sedangkan impor barang konsumtif seperti buah-buahan malah naik 66,46 peren,” jelas Rusman.
Sementara itu, dosen Komunikasi Bisnis Institut STIAMI Eman Sulaeman Nasim mengatakan, membanjirnya barang-barang impor sangat berbahaya.
Selain dapat mengancam keberlangsungan industri di dalam negeri, membeludaknya barang impor juga mematikan lapangan pekerjaan dan menambah angka pengangguran.
Menurut dia, kemudahan impor sebagaimana ketentuan mengenai post border menjadi salah satu sebab membanjirnya produk impor ke tanah air.
“Karena itu, pemerintah harus berani mengoreksi kebijakan tersebut. Kembalikan saja pada ketentuan lama mengenai larangan terbatas (lartas) barang-barang impor. Pemerintah harus mati-matian melindungi berbagai macam produksi dalam negeri dan mendorong peningkatan ekspor,” kata Eman. (jos/jpnn)
Made Adyana meminta pemerintah mengevaluasi pemberlakuan ketentuan penyederhanaan tata niaga impor.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kuota Impor Mau Dihapus, DPR: Reformasi Positif, Tetapi Produsen Dalam Negeri Harus Diberi Ruang
- Ini Langkah Strategis Bea Cukai Memperkuat Peran UMKM dan IKM dalam Ekosistem Ekspor
- IKM Binaan Bea Cukai Bekasi Sukses Ekspor 4,7 Ton Komoditas Pertanian ke Jepang
- Respons Pemerintah Dinilai Mampu Melindungi Ekonomi Indonesia dari Kebijakan AS
- Ini Peran Strategis Bea Cukai dalam Sinergi Instansi untuk Mendorong Ekonomi Daerah
- Bea Cukai Bantu UMKM di Ambon dan Malang Tembus Pasar Ekspor Lewat 2 Kegiatan Ini