Prof Djo: Pilkada 2020 Bakal Menabrak 3 Teori
jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, keputusan pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyelenggarakan Pilkada 2020 pada 9 Desember, akan menabarak tiga teori kontestasi politik.
Djohan menjelaskan, terori pertama yang ditabrak yakni tidak adanya pemilihan selama bencana.
Teori itu masuk dalam UU Pemilu di Indonesia.
"No election during disaster time. Itu dalil, dan dimunculkan normanya di dalam UU Indonesia. Jadi, begitu ada bencana alam, apalagi ini bencana nonalam," kata Djohan dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (13/6).
Teori yang ditabrak selanjutnya yakni soal pesta demokrasi perlu dilaksanakan dengan riang gembira masyarakat.
Saat ini, kata dia, masyarakat sibuk untuk memikirkan keselamatan diri karena wabah coronavirus disease 2019 (COVID-19) belum mereda di Indonesia.
"Pilkada merupakan pesta demokrasi lokal yang orang harus gembira, harus nyaman, harus tenang, bila orang tidak nyaman dan tidak tenang," beber dia.
Teori terkahir yang ditabrak yakni soal keberadaan Penjabat (Pj) kepala daerah. Memaksakan Pilkada serentak 2020 pada Desember tampak mengesampingkan peran Pj Kepala Daerah.
Menurut Prof Djo, masyarakat saat ini lebih memikirkan bagaimana selamat dari virus corona ketimbang menyambut Pilkada 2020.
- Raih 3 Juta Lebih Suara, Andra Soni-Dimyati Ditetapkan jadi Gubernur & Wagub Terpilih Banten
- Hasil Pilkada Bandung Tak Ada Gugatan, Jadwal Pelantikan Walkot-Wawalkot Tak Berubah
- Sah! Farhan dan Erwin Ditetapkan jadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung
- Kubu Harun-Ichwan Minta MK Klarifikasi Soal Akun Ini
- Uang Benjamin
- Sukses Pemilu dan Pilkada: Apresiasi Model Keamanan Politik Berkelanjutan di 2025