Prof Jimly Diminta Hadir sebagai Saksi Sidang Korupsi Dana Hibah Masjid Sriwijaya
![Prof Jimly Diminta Hadir sebagai Saksi Sidang Korupsi Dana Hibah Masjid Sriwijaya](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/normal/2021/10/06/tiga-orang-saksi-mengikuti-sidang-lanjutan-pembuktian-tindak-e9cd.jpg)
jpnn.com, PALEMBANG - Pembina Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Prof Jimly Asshiddiqie hadir memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk menjadi saksi dalam sidang pembuktian korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang.
Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Kejati Sumsel M Naimullah berharap Prof Jimly hadir sebagai saksi untuk empat terdakwa yakni Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani, dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang, pekan depan.
Pihaknya menilai keterangan dari Jimly dengan kapasitasnya tersebut akan sangat membantu menuntaskan perkara itu.
"Semua saksi yang belum hadir baik secara virtual ataupun langsung akan kami panggil ulang. Memintanya untuk hadir memberikan kesaksian apa yang dia ketahui, termasuk saksi Jimly," kata Naimullah di Palembang, Rabu (6/10).
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (5/10), yang bersangkutan tidak hadir bersama tiga saksi lainnya, yakni Toni Aguswara, Marzan A Iskandar, dan Syafri HM Dipi.
Saksi Jimly tidak hadir tanpa keterangan.
Dua saksi lainnya beralasan sakit.
Semuanya tidak hadir dalam persidangan.
Jaksa Kejati Sumsel meminta Prof Jimly hadir sebagai saksi sidang perkara korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya Palembang.
- Tuntutan Jaksa di Perkara Ted Sioeng Dinilai Salahi Sistem Hukum Indonesia
- Revisi UU Kejaksaan-KUHAP: 2 Contoh Kasus Ketidakpastian Hukum Akibat Kewenangan Berlebih Jaksa
- Soal Penerapan Dominus Litis di RKUHAP, Pakar: Melemahkan Polisi Mengungkap Perkara
- Tolak Asas Dominus Litis di RKUHAP, Fernando Emas Sorot Potensi Intervensi
- Pakar: Jaksa Rawan Salah Gunakan Wewenang, Penerapan Dominus Litis Dalam RKUHAP Perlu Kehati-hatian
- Kriminolog Nilai Asas Dominus Litis dalam RKUHAP Berisiko Merusak Sistem Peradilan