Profesor Doktor
Sejak hari itu sebenarnya saya mendapat gelar itu, tetapi sejak itu pula saya tidak pernah menggunakannya.
Saya tahu: itu gelar kehormatan. Bukan gelar doktor sungguhan –yang diperoleh lewat kerja penelitian serius yang metodologis sistematis.
Saya memang seide dengan Prof Nur Syam: moderat dalam beragama. Dan ternyata beliau punya rumah di dekat rumah saya. Satu kompleks: Sakura Regency. Berarti satu kompleks juga dengan KSAL Laksamana Yudo Margono –hanya selisih dua rumah dari saya.
Profesor (sungguhan) Nur Syam sudah bukan pejabat tinggi lagi, tetapi produktivitasnya kian tinggi. Terutama dalam menulis buku.
Kemarin, saya dikirimi buku beliau yang baru lagi: Perjalanan Etnografis Spiritual. Bahkan beliau mendirikan kelompok studi Islam moderat: Nursyam Center dan School of Friendly Leadership.
Saya tahu: banyak pihak di luar saya yang mencantumkan gelar itu di depan nama saya. Sebagian bisa saya cegah. Sebagian lagi tidak.
Pun ketika saya mendapat gelar doktor HC dari sebuah universitas Katolik di Manila, Filipina. Dengan upacara yang anggun di kampus itu. Saya jadi tahu begitulah tata cara di sana.
Saya juga tidak pernah menggunakannya, apalagi sekarang saya sudah 70 tahun. Juga tidak lagi punya kartu nama.