Profesor Joki
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Bukan hanya modal yang didatangkan dari luar, rektor pun bisa saja diimpor dari luar.
Kaum intelektual kampus diperlakukan sama saja dengan karyawan perusahaan pabrik panci.
Para doktor dan guru besar harus mengisi presensi kehadiran setiap hari.
Ada insentif tambahan untuk kehadiran, dan ada denda berupa pemotongan bagi yang mangkir.
Para pekerja kampus setiap saat sibuk dengan keharusan memenuhi target beban kerja.
Meleset dari target beban kerja berarti tunjangan melayang, atau lebih buruk lagi, jabatan akan ikut melayang.
Yang terjadi kemudian banyak dosen yang menjadi tukang palak intelektual, memalak mahasiswa supaya membuat penelitian ilmiah, lalu sang dosen mendaku (mengeklaim) dengan menempelkan namanya sebagai ‘’first author’’.
Sang dosen masih memaksa para mahasiswa supaya mengutip karya ilmiahnya untuk menaikkan sitasi.
Perjokian guru besar menjadi bukti merosotnya etika akademik. Tentu perjokian ini tidak gratis.
- Sebaiknya Menteri LH Cabut Permen Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran
- Gus Miftah Goblokin Penjual Es Teh, Kiai Cholil Nafis: Jangan Ditiru ya, Dek
- UMJ Kukuhkan Tiga Guru Besar Baru, Selamat Ibu-Ibu Profesor
- Doktor Irwan
- UMJ Luluskan 1.572 Mahasiswa, Rektor Ma'mun Ungkap Pertemuan Mendikdasmen & Presiden Prabowo
- Usut Korupsi Jalan di Kaltim, KPK Periksa Bos PT Logam Mulia Cemerlang hingga Guru Besar