Program CSA Asa di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
Untuk itu, dia berharap jika nanti program ini telah selesai pada Juni 2024, petani dan penyuluh bisa melanjutkan teknologi yang telah diterapkan dalam SIMURP. Bukan hanya dilanjutkan, teknologi CSA juga bisa diresonansi dan refleksikan di wilayah lain.
"Kalau kita tidak lanjutkan, nantinya program ini hanya sekadar proyek saja," katanya.
Dalam program SIMURP, teknologi yang diterapkan yakni varietas unggul, pupuk berimbang, pemanfaatan air yang efisien dan penggunaan alat mesin pertanian. Teknologi tersebut sesuai kondisi iklim yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini yakni El Nino. Apalagi BMKG telah memprediksi El Nino akan hadir pada Agustus-September dalam kondisi sedang dan moderat.
Bustanul mengungkapkan program CSA dalam proyek SIMURP ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia.
Pasalnya, dengan beberapa kegiatan mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan kesejahteraan petani.
Bahkan, program tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua negara dalam menghadapi perubahan iklim dan efek Gas Rumah Kaca.
”Diperkirakan dari program CSA ini pengurangan efek gas rumah kaca hampir mencapai 30 persen dengan pemanfaatan teknologi intermiten irigasi yakni pengairan bersela kering-basah,” katanya.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi menegaskan meski nanti program SIMURP telah selesai, pihaknya siap melanjutkan program-program yang ada, terutama pertanian cerdas iklim.
Menyikapi perubahan iklim diperlukan penerapan pertanian ramah lingkungan, salah satunya dengan pertanian cerdas iklim atau CSA.
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Indonesia Tunda Komitmen Iklim di COP 29 Azerbaijan, Aktivis Lingkungan Bereaksi
- ICEBM Untar 2024 jadi Sarana Percepatan Pencapaian SDGs untuk Semua Sektor
- APP Group Tegaskan Dukungan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di COP 29 Azerbaijan
- Pertamina Tegaskan Komitmen Transisi Energi Berkelanjutan Lewat ZRF Initiative
- Debat Kedua Pilgub Jateng, Andika Soroti Kerusakan Lingkungan