Program CSA Garis Terdepan Menghadapi El Nino
Karenanya, kata dia, perlu ada strategi khusus untuk menghadapinya.
"Karena saat ini El Nino sudah terjadi, maka yang harus dilakukan adalah adaptasi dan mitigasi," ujar Kabadan Dedi secara virtual pada pembukaan Forum Laporan Semester SIMURP di Surabaya, Kamis (20/7).
Dedi menambahkan El Nino adalah salah satu fenomena sebagai dampak dari climate change yang eratnya kaitannya dengan peningkatan konsentrasi kenaikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Hal inilah yang menyebabkan suhu dipermukaan bumi hangat bahkan semakin panas.
Para ahli klimatologi melihat ada Samudra Pasifik yang sangat luas melebihi sepertiga dari permukaan bumi. Karena saking luasnya Samudra Pasifik itu, maka indikator akan terjadi El Nino, La Nina atau normal tergantung dari informasi Samudra Pasifik itu.
El Nino merupakan fenomena kering di mana curah hujannya itu lebih kering dari biasanya. Yang disebut dari biasanya itu rata-rata curah hujan selama 25 tahun, kalau El Nino itu lebih kering dibandingkan dengan rata-rata selama 25 tahun itu. Karena namanya kering pasti tergantung dari air dan salah satu kebutuhan air berasal dari curah hujan.
Curah hujan yang biasanya relatif basah sekarang kering dan kering menunjukan bahwa udara yang ada di sekitar kita kadar uap airnya relatif rendah sehinggga tidak ada peluang uap air melakukan kondensasi, maka terjadinya hujan,.
“Karena pertanian tidak boleh bersoal, wajib hukumnya semua antisipasi terhadap El Nino," tegasnya.
Fenomena El Nino masih menjadi ancaman pertanian di Indonesia. Salah satu cara menanganinya lewat program CSA.
- UID Sukses Gelar Forum Merajut Masa Depan Indonesia
- Waka MPR Ajak Komunitas Peduli Lingkungan Kolaborasi Atasi Perubahan Iklim
- Kementan Terbitkan Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Demi Swasembada Pangan
- Wamentan Sudaryono Optimistis Jambi Bisa Perkuat Ketahanan Pangan Nasional
- Pemerintah Resmi Setop Impor di 2025, Ini Alasannya
- Pemerintah Resmi Setop Impor di 2025, untuk Wujudkan Ketahanan Pangan