Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial

Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial
Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial
Tetapi “kemajuan” kota-kota besar juga harus dilihat secara kritis. Yang tampak secara kasat mata hanyalah segelintir orang yang makmur di permukaan pertumbuhan ekonomi. Bahkan rada semu, tidak berfundamen kokoh karena ketergantungan kepada pebisnis dunia di negeri maju.

Sibolga di pantai barat Sumut yang pernah makmur di masa penjajahan, tak lain karena beroperasinya armada kapal niaga dari dan ke Eropa mengangkut karet serta mendistribusikan tekstil, roti, susu dan sebagainya. Kemakmuran pun menjalar ke Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan, karena Sibolga dibangun Belanda sebagai pusat “mesin keruk” dan bandar ekspor.

Namun beberapa tahun setelah Belanda pergi, Sibolga dan daerah belakangnya pun sepi dari perdagangan internasional. Daerah-daerah inilah, Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Dairi dan beberapa kabupaten lainnya yang merupakan cikal bakal Protap.

Kehendak mendirikan propinsi baru juga terdengar dari beberapa kabupaten dan kota di bekas Tapanuli Selatan. Mereka menamainya Propinsi Sumatera Tenggara.

JANGAN-jangan akar persoalannya adalah pendekatan pembangunan yang terlalu berorientasi urban alias perkotaan. Kajian kecil itulah, yang saya diskusikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News