Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial

Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial
Propinsi Tapanuli: Gugat Mindset Kolonial
Sekarang harga CPO perlahan membaik. Diyakini, cepat atau lambat “badai pasti berlalu.” Namun karena faktor ketergantungan yang besar, Indonesia akan selalu bergolak jika “badai” eksternal bertiup lagi. Kita tak akan pernah menjadi bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri.

                                          ***

Inti persoalannya, cara berfikir kolonial Belanda yang menempatkan kota propinsi di Indonesia  sebagai pusat “eksplotasi” haruslah dibongkar. Tidak seperti selama ini, kota propinsi dikenal sebagai “pusat segala-galanya”, mulai dari pendidikan, politik, sosial, kebudayaan, perekomian dn sebagainya, yang otomatis menyedot urbanisasi.

Akibatnya, kabupaten dan kota di daerah semakin tertinggal, sebuah gejala yang terjadi di banyak propinsi di Indonesia.

Kota-kota propinsi tak semestinya memosisikan kabupaten/kota sebagai satelit semata. Salah satunya, dengan membangun basis industri otonom, katakanlah industri hilir berbahan baku komoditas sesuai potensi masing-masing yang menyebar di berbagai kabupaten.

JANGAN-jangan akar persoalannya adalah pendekatan pembangunan yang terlalu berorientasi urban alias perkotaan. Kajian kecil itulah, yang saya diskusikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News