Proporsional Terbuka Ramah untuk Caleg Perempuan
jpnn.com - JAKARTA- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pada September nanti di Komisi II DPR nampaknya akan berlangsung alot. Pasalnya masing- masing fraksi partai politik sudah menunjukkan ketidaksepahaman atas poin-poin penting, khususnya penentuan sistem pemilu, antara proporsional terbuka atau tertutup.
Bagi Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafiz, proposional terbuka sangat dibutuhkan publik. Selain untuk mengetahui siapa calon legislatif (caleg) yang akan dipilihnya, Pemilu dengan mencoblos foto caleg lebih menunjukkan keberpihakan kepada kaum hawa.
”Melalui sistem pemilu proposional terbuka, ruang partisipasi calon anggota legislatif perempuan semakin terbuka lebar dari segi kuantitas maupun kualitas,” kata Masykurudin dalam rilisnya yang diterima INDOPOS, Minggu (31/7).
Ia menyatakan, meskipun di tingkat DPR RI memiliki penurunan dari segi jumlah representasi perempuan. Di tingkat DPRD Kabupaten/Kota memiliki peningkatan yang cukup signifikan dari 12 persen pada Pemilu 2009 menjadi 14 persen pada Pemilu 2014.
Selain terbukti mampu meningkatkan jumlah perempuan di parlemen. Lebih dari itu sistem ini, kata Masykurudin, telah mendorong perempuan untuk berpolitik praktis di lapangan melalui berbagai kegiatan pemenangan pemilu.
Kemudian dengan sistem terbuka ini, ucapnya. terjadi pendewasaan politik perempuan. Sehingga menjadi modal penting buat gerakan politik perempuan pada masa mendatang. ”Bagi caleg perempuan sistem proporsional terbuka memberikan pembelajaran mengenai bagaimana cara berkompetisi dalam pemilu, jika sistem pemilu diubah maka apa yang selama ini sudah dipelajari oleh para caleg perempuan tersebut akan sia-sia,” cetusnya.
Selain mendorong sistem proporsional terbuka, keberpihakan terhadap kaum hawa di Pemilu, kata Hafiz, upaya menjamin perempuan masuk parlemen melalui pemilu, tidak cukup hanya bersandar pada ketentuan keterwakilan 30 persen perempuan dalam daftar calon dan sedikitanya satu dari tiga calon adalah perempuan. Tetapi juga harus ditambah ketentuan baru. ”Yakni sedikitnya 30 persen daerah pemilihan calon perempuan ditempatkan pada nomor urut 1,” usulnya.
Ia pun menilai, ketentuan ini penting dengan dua pertimbangan. Pertama, pengalaman pemilu sebelumnya menunjukkan, calon terpilih 90 persen berasal dari calon nomor urut 1. ”Kedua, dengan pengecilan besaran daerah pemilihan menjadi 3-6 kursi maka akan semakin banyak jumlah daerah pemilihan, sehingga calon perempuan bernomor urut 1 juga harus tersebar secara secara proposional sesuai prinsip minimal 30 persen perempuan,” terangnya.
JAKARTA- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pada September nanti di Komisi II DPR nampaknya akan berlangsung alot.
- 3 Pejabat Pemkab Banggai jadi Tersangka Tindak Pidana Pemilu 2024
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Beredar Surat Instruksi Prabowo untuk Pilih Ridwan Kamil, Ini Penjelasannya
- Pilkada Masuk Masa Tenang, Bawaslu Serang Fokus Mengawasi 2 Titik Rawan
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024