Proses Seleksi Hakim Tipikor Dianggap sebagai Biang
Rabu, 09 November 2011 – 20:01 WIB

Proses Seleksi Hakim Tipikor Dianggap sebagai Biang
Selain itu, pola rekrutmen hakim tipikor di daerah yang tidak transparan menyebabkan kualitas hakim-hakim tersebut dipertanyakan. “Kalau di Jakarta, yang melamar adalah orang-orang yang benar-benar berdedikasi. Setelah terpilih, mereka tinggal di apartemen, masak bareng, berangkat bareng untuk ngirit transportasi,” ujarnya.
Sementara di daerah, pelamarnya cukup banyak. “Proses yang dilakukan Mahkamah Agung memang tertutup, partisipasi publik sangat minimal. Beberapa teman yang dulu mencoba melakukan monitoring pun susah mendapat informasi,” keluh Danang.
Beda dengan misalnya proses seleksi yang lain seperti seleksi pimpinan KPK. “Kita bisa berinteraksi terbuka dengan panitia seleksi sehingga tahu apa problemnya. Hakim tipikor seleksinya begitu tertutup. Jadi wallahualam hasilnya,” jelas Danang.
Mengenai wacana pembubaran pengadilan tipikor, dia tidak menolak. “Usulan pembubaran pengadilan tipikor bisa saja, tapi saya belum tahu cantolan hukumnya, apakah harus mengadu atau menggugat ke MK lagi. Itu the next step, butuh waktu untuk sampai ke situ,” katanya.
JAKARTA - Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah tidak perlu dibubarkan karena pembentukan lembaga itu sudah menjadi amanat undang-undang.
BERITA TERKAIT
- QRIS Simbol Kedaulatan Digital Indonesia, Hanif Dhakiri: Bukan Semata Alat Pembayaran
- Paus Fransiskus Meninggal, Ketum GP Ansor: Pesan Beliau Sangat Membekas Saat Kami Bertemu di Vatikan
- Kemendagri dan Pemerintah Denmark Siap Kerja Sama untuk Memperkuat Pemadam Kebakaran
- Konsumsi Sayuran Meningkat Berkat Peran Perempuan Pegiat Urban Farming
- Bea Cukai Sidoarjo Gelar Operasi Bersama Satpol PP, Sita 19 Ribu Batang Rokok Ilegal
- Penyidik Bareskrim Kaji Substansi Laporan Ridwan Kamil terhadap Lisa Mariana