Puing-puing Kilang Pangkalan Brandan dan Pengorbanan Prajurit Genie Pioner

Oleh: Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina

Puing-puing Kilang Pangkalan Brandan dan Pengorbanan Prajurit Genie Pioner
Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina. Foto: dok. pribadi for JPNN.com

Ketika tiba di Pangkalan Brandan, Pattiasina hanya menemukan puing-puing kilang di antara rerumputan ilalang. Meski Permina sudah berdiri tapi sebenarnya tidak ada kemajuan dalam pekerjaan di Pangkalan Brandan. Jadi, Pattiasina selain menjadi manajer Permina di Pangkalan Brandan, juga merupakan Komandan Detasemen X Batalyon Sriwijaya 34 Bukit.

Batalyon ini bukan sekadar untuk kepentingan pengamanan di Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu, tetapi pasukan teknik dari Sumatera Selatan ini juga mumpuni dalam mengerjakan pekerjaan teknik. Bahkan, ada beberapa di antaranya yang merupakan ahli las dari zaman Hindia Belanda di Plaju dan Sungai Gerong.

Sebenarnya, untuk mengelola lapangan minyak di Sumatera dan Aceh sudah diberlakukan berbagai upaya dan rencana. Bahkan, hal ini dibahas di parlemen pada 1954, telah ada rencana untuk mendirikan kilang baru untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 157 ton per hari menjadi 450 ton.

Empat kilang baru akan didirikan di Pangkalan Brandan, masing-masing dengan kapasitas 40 ton per hari. Dua kilang baru, masing-masing dengan kapasitas 50 ton per hari, akan tiba di Pangkalan Susu. Dua kilang akan didirikan di Rantau, masing-masing dengan kapasitas 30 ton per hari.

Namun, ada juga pesimis kalau mau memperoleh hasil dari Sumatera Utara dan Aceh hanya mungkin kalau dibangun kilang sederhana. Sebab, tidak mungkin negara mampu mengelola atau mempertahankan kilang modern seperti BPM atau Stanvac, karena negara tidak memiliki devisa dan kekuatan pakar, belum lagi ketidakmungkinan bahkan dapatkan peralatan yang dibutuhkan untuk kilang.

Hanya saja, sampai dengan tahun 1958, semua ini hanya tinggal rencana dan nanti akan terbukti ternyata Indonesia mampu mengekspor minyak ke luar negeri dengan memanfaatkan puing kilang tua di Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu.

Penghancuran kilang-kilang pada masa Belanda, Jepang dan Sekutu ini menyebabkan Kilang Pangkalan Brandan hanya menyisakan puing-puing, yang tidak dapat difungsikan. Karena bukan hanya kilang yang rusak, tetapi Pelabuhan Pangkalan Susu, yang menjadi tempat pengapalan minyak juga mengalami kerusakan parah.

Pangkalan Susu yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Pangkalan Brandan, praktis tidak bisa digunakan karena setelah dibom Sekutu dan tidak pernah ada upaya perbaikan. Ada beberapa tangki penyimpanan yang bisa dipakai, sementara jetty rusak berat.

Engelina Pattiasina mengulas sejarah Pertamina, berawal dari Kilang Pangkalan Brandan. Silakan disimak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News