Puluhan Ribu Data Pribadi Warga Australia Tersebar
Rabobank menolak untuk mengomentari pelanggaran data tersebut, namun mereka telah melakukan penyelidikan sendiri.
Pemerintah Federal telah semakin banyak mengalihkan proyek teknologi dan informasi-nya ke kontaktor yang memenangkan kontrak hingga mencapai $10 miliar, sekitar Rp 100 triliun, setiap tahunnya.
Biaya yang naik dari $5,9 miliar, sekitar Rp 60 triliun, di tahun 2012-13, tidak selalu membuahkan hasil yang lebih baik untuk masyarakat dan ada kekhawatiran apakah data dikelola dengan baik.
Pelanggaran ini terjadi setahun setelah data pribadi dari 550.000 pendonor darah, yang mencakup informasi tentang perilaku seksual "berisiko", telah bocor dari layanan Palang Merah Australia.
Pusat Keamanan Cyber Australia dan Menteri yang membantu perdana menteri untuk keamanan cyber, Dan Tehan, telah dihubungi untuk memberikan komentar.
Juru bicara ekonomi digital dari Partai Buruh, Ed Husic, mengatakan pemerintah telah mengetahui soal pelanggaran data sejak bulan Oktober dan tidak mengungkapkannya sampai laporan terbit di media hari Kamis (2/11).
"Pemerintah tidak dapat mengklaim bahwa ini bukan kesalahan tindakan kontraktor. Pada akhirnya, seseorang harus bertanggung jawab atas masalah ini." katanya kepada ABC.
"Ini adalah beberapa data sangat sensitif yang telah diperoleh dari password hingga kartu kredit, 50.000 orang di Australia, baik di kalangan pemerintah dan bank."
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat