Punya 47 Cabang, Titik Koma Berbagi Pengalaman di Tengah 'Red Ocean' Industri Kedai Kopi Indonesia

Punya 47 Cabang, Titik Koma Berbagi Pengalaman di Tengah 'Red Ocean' Industri Kedai Kopi Indonesia
Titik Koma, salah satu brand kopi yang kini memiliki 47 cabang di 18 kota di Indonesia, berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan di industri ini. Foto: source for jpnn

jpnn.com, SURABAYA - Di tengah ketatnya persaingan industri coffee shop di Indonesia, dibutuhkan strategi untuk bertahan dan berkembang.

Titik Koma, salah satu brand kopi yang berdiri sejak 2016 kini memiliki 47 cabang di 18 kota di Indonesia, berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan di industri ini.

Andrew Prasetya Goenardi, CEO dan salah satu pendiri Titik Koma, mengungkapkan bahwa kunci utama mempertahankan eksistensi adalah memiliki positioning yang jelas di tengah red ocean (persaingan sengit dan margin keuntungan yang semakin tipis) industri kopi di Indonesia.

Setiap usaha di industri tersebut perlu memahami di mana mereka ingin berada, apakah menyasar segmen premium, menengah, atau yang lebih terjangkau.

"Industri kopi itu kan sangat bervariasi, kita di bisnis yang red ocean. Dari yang harganya murah sampai mahal banget itu semua ada pasarnya. Cuma yang kita harus tahu, kita mau berada di mana," ujar Andrew.

Salah satu strategi yang dilakukan Titik Koma adalah branding yang kuat untuk berada di top of mind pelanggan. Titik Koma berupaya menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, salah satunya dengan menciptakan suasana untuk bekerja, pertemuan bisnis, atau sekadar nongkrong. Untuk itu, Titik Koma menyediakan tempat yang nyaman untuk bekerja dengan suasana tenang, hingga gerai dengan private meeting room berkapasitas kecil.

"Kami mencoba mengakomodir apa yang dibutuhkan pasar karena tiap daerah punya preferensi yang berbeda," jelas Andrew.
Titik Koma juga berfokus pada ketersediaan dan kualitas biji kopi yang tetap terjaga. Andrew tak mempermasalahkan jika bahan baku kopi yang memenuhi standar Titik Koma memiliki harga lebih tinggi, mengingat tujuannya adalah menyajikan kopi yang mereka sendiri pun bisa menikmatinya.

“Jadi faktor utamanya kualitas beans itu nomor satu. Jika beans-nya tidak berkualitas, rasanya pasti akan berpengaruh," jelas Andrew.
Belajar dari pengalaman, Titik Koma juga lebih selektif dalam menentukan produk yang dijual.

Titik Koma, salah satu brand kopi yang kini memiliki 47 cabang di 18 kota di Indonesia, berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan di industri ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News