Punya Museum Batik Terlengkap di Eropa
Rabu, 27 Februari 2013 – 08:08 WIB
Dalam perjalanan ala kaum hippies itu, mereka melintasi sejumlah negara. Antara lain, Turki, Afghanistan, India, Gowa, hingga Malaysia. Sesampai di Malaysia, Smend memutuskan untuk meninggalkan mobilnya. "Sebab, terlalu mahal pengeluarannya," kenangnya.
Dia dan Paula meneruskan perjalanan dengan berjalan atau naik transportasi publik seperti bus atau kereta. Ketika tiba di Penang, keduanya lantas menumpang boat ke Medan, kemudian dilanjutkan dengan naik bus menuju Pulau Samosir, Danau Toba, hingga Bukittinggi.
"Selanjutnya, kami menuju Jakarta, Bandung, baru kemudian ke Jogja. Kali pertama ke Jogja, kami langsung ke kawasan Taman Sari, tempat banyak kaum muda hippies berkumpul di sana. Sebab, saya mendengar di sana ada studio untuk melihat lukisan batik (batik painting). Banyak sekali galeri batik di sana," ungkapnya.
Para pembatik muda tersebut, kata Smend, memamerkan lukisan-lukisan batik dengan gaya surealis. Hanya, mereka tetap mengandalkan teknik pembuatan batik secara tradisional dengan canting. Smend dan Paula lantas berkenalan dengan seorang seniman batik muda bernama Gianto. Selama seminggu Gianto mengajari pasangan tersebut cara membatik.
RUDOLF G. Smend termasuk salah seorang di antara segelintir warga Jerman yang cinta berat pada batik Indonesia. Saking cintanya, dia sampai membuat
BERITA TERKAIT
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara