Punya Tujuh Turunan, Saksi Mata Letusan Krakatau 1883
Senin, 13 Mei 2013 – 08:30 WIB

Punya Tujuh Turunan, Saksi Mata Letusan Krakatau 1883
"Gunung di laut ngabeledug (meletus)," begitulah kabar yang didapatkan Maemunah tidak lama setelah letusan. Sesaat seusai gempa, terjadi hujan abu bercampur pasir yang berlangsung terus-menerus selama seminggu.
Setelah hujan abu dan pasir mereda, giliran hujan es melanda kawasan sekitar kediaman Maemunah di Kampung Jaha Girang, Desa Kadudodol, Cimanuk. Langit gelap gulita, tidak menyisakan celah untuk matahari bersinar karena tertutup awan hasil letusan dahsyat Krakatau.
Perempuan yang memiliki sepuluh anak itu juga masih ingat masa pembangunan rel kereta api di Rangkasbitung pada akhir 1800-an. Sebelum rel tersebut dibangun, dia biasa bepergian ke Jakarta dengan berjalan kaki. Tujuannya adalah kawasan yang kini menjadi Pasar Tanah Abang.
Fenomena lain yang sempat membuat dokter geleng-geleng kepala adalah fakta seputar kesehatan Maemunah. Anak bungsunya, Sanawati, lahir pada 1952. Artinya, Maemunah melahirkan saat berusia 85 tahun!
PERNAH membayangkan ada manusia berumur 145 tahun? Rasanya mustahil. Namun, tidak bagi anak-cucu Nenek Maemunah, warga Cimanuk, Pandeglang, Banten.
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu