Pusat tak Berani Hapus DOB yang Gagal

Pusat tak Berani Hapus DOB yang Gagal
Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo. JPNN.com

Loh, itu proses mengalir saja, gak ada urusan hutang berhutang, gak ada urusan target. Kita tidak pernah juga menetapkan target misalnya pemekaran paling sedikit sekian, paling banyak sekian, tidak ada itu. Kan usulan itu akan diteliti terus, didalami terus, kalau misalnya dalam satu usulan daerah pemekaran justeru akan menimbulkan banyak masalah, konfliknya tinggi, masih banyak pro kontra. Kemudian setelah dilakukan assesment menyeluruh justeru tidak membawa kebaikan, kesejahteraan, bisa saja itu ditunda untuk beberapa daerah.

Jadi saya kira ini proses yang wajar saja, normal saja. Pun aturan hukumnya membolehkan, memberikan ruang yang terbuka dan itu adalah gelaja yang biasa di banyak negara. Nah, yang menarik, kenapa kemudian di banyak negara pemekarannya jadi berhenti, karena memang keadilan, kesejahteraannya bisa didapatkan secara adil secara proporsional oleh seluruh wilayah di negara tersebut. Kita kan tidak. Sejak Republik ini berdiri ada daerah-daerah yang sama sekali tersentuh pembangunan saja tidak.

Banyak daerah yang warga masyarakatnya hidup dalam keterbelakangan luar biasa. Jangankan ibu kota negara, ibu kota kecamatannya saja belum pernah tahu, karena memang sulitnya akses untuk sampai pada pusat-pusat pertumbuhan. Ini fakta yang tidak terelakkan, yang harus kita akui. Lantas apa jalan keluarnya? Jadi menurut hemat saya, normal saja. Di Brasil saja kabupaten kotanya 5.060 kalau tidak salah, dan sekarang sudah mulai surut, sudah mulai sedikit yang mengajukan pemekaran di sana, karena keadilan sudah semakin dapat dan gampang dirasakan.

Kalau di Brasil ribuan begitu, di Indonesia berapa idealnya ya, jumlah Kabupaten dan kotanya?

Gini, saya tidak punya gambaran ideal seperti apa, tapi itu bisa kita tilik dari aturan yang berlaku, dari kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah, dan juga dari konsepsi tentang pembangunan kita di masa yang akan datang. Jadi saya kira itu nati yang akan mengantisipasi bertumbuhnya terus DOB, kalau pemrintah sebagai representasi mampu menciptakan keadilan, saya kira buat apa juga memekarkan

UU tidak hanya mengatur tentang pemekaran, tapi juga tentang penggabungan dan penghapusan daerah. Ini kan belum berjalan. Seperti apa DPR menilainya?

Harusnya pemerintah berani tegas. Maka kemudian, buatlah aturan yang isinya adalah tentang aturan tertentu yang menjadi instrumen di dalam melakukan penilaian, assesment. Apakah suatu daerah itu memang layak dimekarkan atau tidak, tetapi harus adil. Keberanian itu yang tidak ada. Jadi spirit federalism, spirit otonomi yang seluas-luasnya yang salah kaprah ini yang sekarang menghinggapi kalangan pemegang otoritas kita.

Mestinya, kalau negara kesatuan itu, belajar dari pengalaman negara kesatuan paling sempurna di dunia seperti Perancis, otoritas ada di pemerintah dan DPR pusat, dia harus berani mengambil keputusan tidak, oh ini harus digabungkan, karena kalau dua daerah ini dibiarkan, masing-masing justeru tidak sejahtera, penyelewengan akan banyak terjadi, kesalahan dalam pengelolaan pemerintahan akan berulang. Ketegasan ini yang diperlukan. Tapi memang beresiko secara politik. Nah ini nanti akan bertautan dengan sistem elekction (pemilu) kita. Jadi memang tidak bisa kita hanya lihat dalam satu perspektif. (fat/jpnn)

Moratorium pemekaran yang diberlakuan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak 2009, tak mampu membendung hasrat berbagai daerah


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News