Puskesmas Ikut Terdampak Komplain BPJS Kesehatan

jpnn.com, SIDOARJO - Perubahan rujukan BPJS Kesehatan dengan sistem online saat ini juga berdampak pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Mereka mengaku sering mendapat komplain dari pasien. Gara-garanya, pasien tidak mendapat rujukan ke rumah sakit sesuai dengan keinginan.
''Mereka (masyarakat) mengira puskesmas ada kerja sama dengan rumah sakit tertentu,'' kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo dr Idong Djuanda.
Kejadian itu dialami salah satu puskesmas di wilayah Sidoarjo Barat. Seorang pasien peserta JKS-KIS yang dibiayai BPJS ingin mendapat rujukan ke rumah sakit kelas B.
Namun, yang bersangkutan tidak bisa mendapatkannya karena berdasar sistem rujukan online harus dirawat di rumah sakit kelas C. ''Jadi, karena sistem baru, keluhan pasti ada,'' kata Idong.
Namun, Idong menyebut jumlah keluhan tidak banyak. Yang pasti, setiap kali ada pihak yang menyatakan berkeberatan dengan kebijakan rujukan online tersebut, puskesmas akan mengedukasi. Yakni, memberikan penjelasan tentang sistem baru itu.
Suasana layanan di Puskesmas Sidoarjo misalnya. Kemarin para petugas yang menangani rujukan online dengan sabar menjawab pertanyaan pasien dan keluarganya.
Pertanyaan yang paling sering disampaikan adalah mengapa mereka tidak dirujuk ke rumah sakit milik pemerintah seperti RSUD Sidoarjo.
Ada peserta yang menyatakan berkeberatan dengan kebijakan rujukan online saat berobat di Puskesmas.
- Rapat Bareng DPR, Menkes Ungkap Alasan Perlunya Iuran BPJS Kesehatan Naik
- Begini Nasib Karyawati PT Timah Penghina Honorer Pengguna BPJS
- Karyawati Bikin Konten Menghina Honorer, PT Timah Angkat Bicara
- Kelakuan Karyawati PT Timah Penghina Honorer Ini Bikin Geram Netizen, Duh
- Saleh Ingatkan Pemerintah Waspada soal Defisit BPJS Kesehatan
- BPJS Kesehatan Jateng-DIY Bayar Klaim Rp 29,7 Triliun pada 2024