Puting Beliung

Dahlan Iskan

Puting Beliung
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Lalu mesin nomor 4 juga terindikasi bermasalah. Takut terbakar. Dimatikan juga. Maka pesawat hanya terbang dengan dua mesin di sayap kiri. Terbangnya agak miring.

Maka pilot memutuskan menurunkan ketinggian dan balik ke bandara Honolulu.

Awak yang bertanggung jawab atas mesin minta izin ke pilot: untuk meninggalkan cockpit turun ke lantai bawah. Langkah yang berbahaya. Pesawat 747, Anda sudah tahu, penumpangnya berada di dua lantai.

Turun ke bawah itu keputusan yang sangat berisiko --bisa terlempar keluar. Tetapi tanggung jawabnya sebagai engineering sangat besar. Pilot mengizinkan.

Saat itulah dia lihat dinding pesawat jebol. Selebar pintu. Pintu pesawat itu terlepas: pintu cargo. Letaknya di bawah deretan kursi penumpang nomor 8-9-10-11 dan 12. Berarti agak di depan.

Dua kursi paling pinggir di nomor-nomor itu hilang bersama penumpangnya. Yakni yang duduk di kursi G dan H. Salah satu kursi tersebut tidak berpenumpang sehingga yang terlempar keluar bukan 10 tetapi 9 orang.

Pesawat mendarat kembali dengan selamat di Honolulu. Semua penumpang dievakuasi. Yang 9 orang tidak ditemukan. Tenggelam di lautan Pasifik. Mungkin ada yang sudah tercabik-cabik saat terhempas lewat mesin.

Ayah salah satu yang meninggal itu, warga Selandia Baru, seorang ahli mesin pesawat. Sang ayah melakukan penelitian pribadi. Boeing memberi akses padanya. Semua data dibuka.

Sisi baiknya: biarpun dihantam badai begitu hebatnya, pesawat Singapore Air litu terhempas-hempas begitu dalamnya, satu menit kemudian bisa stabil lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News