Qodari Ingatkan Bahaya Politik Identitas, Seret Nama UAS
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari memprediksi potensi politik identitas dan polarisasi pada Pilpres 2024 akan makin menguat.
Menurut dia, dengan perkembangan politik saat ini masih ada kemungkinan politik identitas seperti Pilpres 2019.
"Warning nih, dengan konstelasi yang ada sekarang ini, harus siap-siap dengan kemungkinan polarisasi ekstrim lagi pada 2024, dengan berat hati harus disampaikan mumpung belum terjadi," kata Qodari saat acara Halal Bihalal Gerakan 3 Periode yang diunggah melalui akun Jokowi-Prabowo 2024 di YouTube, dikutip JPNN.com, Selasa (28/6)
Dia menjelaskan jika Pilpres 2024 terjadi hingga dua putaran, pasti akan ada pasangan capres-cawapres dimanfaatkan atau bahkan bekerja sama dengan kelompok-kelompok identitas, misalnya PA 212 dan Ustaz Abdul Somad (UAS).
"Saya eksplisit sekarang, soalnya UAS-nya sudah eksplisit kemarin dalam pertemuan Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia, dia mengatakan 'kita harus merebut posisi politik'," lanjut Qodari.
Tak hanya itu, dia menyebutkan tokoh yang juga akan turut memanaskan Pilpres 2024 masih sama datang dari Jaringan Alumni Timur Tengah yang secara terang-terangan mengatakan Indonesia 2025 akan lahir khilafah.
"Saya ulang, ya, 2025 akan lahir khilafah namanya Bachtiar Nasir, siapa Bachtiar Nasir? Tokoh PA 212," ungkapnya.
Qodari juga mengatakan kelompok identitas tersebut akan memakai label agamis pada calon tertentu dan membentuk polarisasi.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari memprediksi potensi politik identitas dan polarisasi pada Pilpres 2024 akan makin kuat
- Ketemu UAS, Cak Imin Optimistis Abdul Wahid jadi Gubernur Riau
- Bang Long Minta Masyarakat Melayu Jangan Dibawa untuk Komoditas Politik Kepri
- Ustaz Abdul Somad Tak Akan Berhenti Mengampanyekan Abdul Wahid Sampai TPS Tutup
- Ribuan Warga Tumpah Ruah Saat Kampanye Abdul Wahid yang Dihadiri UAS di Teluk Meranti
- Gugatan Ditolak PTUN, Ketua Tim Hukum PDIP Menggaungkan Prabowo Yes, Gibran No
- PDIP Menerima Putusan PTUN, tetapi Persoalkan Hakim yang Membuatnya