Quo Vadis, Gollkar?
Jumat, 10 Juli 2009 – 21:27 WIB
Historis inikah yang tak dipahami JK sehingga berani tampil sebagai capres versus SBY? Padahal, SBY hanya berkenan jika Golkar mengajukan beberapa nama, dan bukan tunggal JK belaka. Kehendak Demokrat itu sejalan dengan aspirasi internal Golkar, khususnya para pengurus DPD kabupaten dan kota. Namun, JK melaju terus tanpa menimbang suara arus bawah.
Barangkali itu sebabnya muncul rumor, bahwa telah terjadi penggembosan di tubuh Golkar agar tidak mendukung JK dalam Pilpres 2009. Disebut-sebut, bahwa ada gerilya politik terhadap 400 DPD II Golkar, dengan maksud jika JK kalah dalam Pilpres bisa menjadi alasan menyelenggarakan Munas Golkar dipercepat atau Munaslub Golkar. Entah benar, entah tidak!
Syahdan, disebut-sebutlah nama Aburizal Bakrie, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung yang memotori gerilya tersebut. Minimal agar networking Golkar di daerah bersikap pasif tak memenangkan JK. Bertiuplah kabar, bahwa rakernas berlangsung medio Juli dan disudahi dengan Munas pada akhir Juli 2009.
Secara politik, gagasan Munaslub dipercepat itu reasonable sebelum tiba masanya penyusunan kabinet SBY-Boediono. Bisa dibaca maksudnya agar elit Golkar pun tetap ikut dalam struktur kekuasaan. Partai ini tampaknya belum siap untuk berada di luar pemerintahan, seperti terjadi pada 2004 lalu.