Radikalisme Ancaman Nyata di Kalangan Mahasiswa dan Institusi Pemerintah
"Soal radikalisme kita tahu bahwa alarm kita sudah berbunyi. Saat ini pun pembangunan Jokowi 5 tahun ke depan adalah SDM yang berlandaskan Pancasila," ujarnya.
Sementara itu, mantan Asops Panglima TNI, Mayor Jenderal (purn) Supiadin Aries Saputra, menjelaskan, gerakan radikalisme sudah ada sejak lama di Indonesia.
Dia mencontohkan bagaimana ketika ada pemberontakan DI TII maupun NII pada masa awal kemerdekaan.
"Tadinya gerakan radikalisme adalah gerakan tradisional. Namun, dengan berkembangnya media sosial, maka gerakan radikal juga ikut berkembang," kata Anggota DPR RI Periode 2014-2019 itu.
Menurutnya, sampai dengan saat ini ada sekitar 120 juta pengguna sosial di Indonesia. Dari jumlah itu, sebagian besar atau mayoritas datang dari kaum milenial.
"Media sosial menjadi media untuk kelompok radikal untuk menghancurkan moral generasi milenial. Kita kenal dengan asimetrik warfare, perang anomali, ujung tombaknya proxy war, yakni perang yang tidak menggunakan angkatan perang," ucapnya.
Dia mengingatkan, yang paling mungkin menghancurkan Indonesia justru adalah orang dari bangsanya sendiri.
Kalau dilihat dari indeks pengukuran ketahanan nasional laboratorium Lembaga Ketahanan Nasional diketahui, di bidang ideologi dan sosial budaya berada di posisi dua.
Sepuluh tahun tahun terakhir ini radikalisme muncul di institusi pemerintah dan kalangan masyarakat umum.
- BNPT & PNM Kerja Sama Cegah Radikalisme lewat Pemberdayaan Ekonomi
- Ketua DPP NasDem Ajak Warga Teluk Merempan Dukung Afni Zulkifli-Syamsulrizal
- Laurenzus Kadepa, Wakil Rakyat Progresif Revolusioner yang Dirindukan Rakyat
- NasDem Tak Setor Nama Kader untuk Kabinet Prabowo, Ini Pertimbangannya
- Ahmad Ali Respons Serangan Rival dengan Pujian, Pengamat: Bukti Kematangan Berpolitik
- Tak Setuju Pria Pemelihara Landak Jawa di Bali Dipenjara, Sahroni: Cukup Diberi Peringatan