Refly Harun: Meminta Presiden Mundur Boleh dalam Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun ikut menyoroti kontroversi yang mengemuka, dari batalnya diskusi virtual yang digagas Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Diskusi yang mengangkat tema 'Meneruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan' gagal digelar, diduga karena adanya ancaman terhadap panitia dan seorang Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII), yang sebelumnya direncanakan menjadi pembicara.
Refly berkicau di Twitter seputar tema yang akan diangkat dalam diskusi tersebut. Menurutnya, dalam demokrasi meminta presiden mundur enggak apa-apa.
"Meminta presiden mundur itu nggak apa-apa dalam demokrasi," kicau @ReflyHZ, Minggu (31/5).
Constitutional lawyer ini kemudian memaparkan, bahwa hal yang dilarang dalam konstitusi adalah memaksa seorang presiden mundur sebelum masa jabatannya berakhir.
"Yang nggak boleh, maksa presiden mundur," kicau @ReflyHZ.
Dalam kicauan selanjutnya, Rafly menyoroti seputar hal terkait kritikan. Menurutnya, sangat tergantung pihak yang dikritik.
"Kritik itu tergantung yang nerimanya. Kalau baperan, langsung dicap sebagai penghinaan bahkan serangan. Kalau luas jiwanya, akan memandang sebagai masukan atau bahan introspeksi. Pemimpin kita yang seperti apa ya," twit @ReflyHZ.
Pakar hukum tata negara Refly Harun ikut menyoroti dari batalnya diskusi, bertema 'Meneruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan'.
- Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM
- MPR RI Berperan Penting jaga Stabilitas Demokrasi di Indonesia
- Demokrasi Digital Tunjuk Titi Anggraini, Meidy Fitranto, dan Emmy Samira Jadi Advisor
- Pilkada Kampar 2024: Yuyun-Edwin Menggugat ke MK
- PDIP Akan Terus Persoalkan Upaya Pembunuhan Demokrasi
- Mantap, Bawaslu Raih Predikat Istimewa pada Indeks Reformasi Hukum 2024