Rahasia HP Imam Tarawih
Oleh Dahlan Iskan
Waktu isya pun tiba. Saya azan. Sudah ada enam orang.
Pak Tua yang khotbah Jumat lalu itu tidak tampak. Sudah pulang ke Saudi. Bersama putrinya yang kuliah biologi.
Faris maju jadi imam. Kami berlima berjajar di belakangnya. Setelah imam takbiratul ihram tangannya masih sibuk banget. Ada saja yang dia benahi: rambutnya, posisi belakang kausnya, menaikkan celananya, mengusap wajahnya….
Demikian juga saat imam membaca al-Fatihah. Begitu juga saat rukuk maupun sujud. Ada saja kehebohan tangannya.
Saya di belakangnya persis. Melihatnya. Faris juga pernah jadi imam saya sebelumnya. Atas permintaan saya. Imam salat magrib. Yang hadir hanya kami berdua.
Saya sudah hafal gaya salatnya yang sibuk itu. Saya pun azan. Lalu langsung qomat. Saya minta ia maju jadi imam. Ia tidak mau maju. Saya pikir ia tidak mau.
Maka saya yang mundur dua langkah. Melihat saya mundur Faris justru pegang pundak saya: minta saya maju. Saya tidak mau. Bacaan Faris kan lebih fasih: lidah Arab.
Faris ngotot minta saya maju. Ternyata, maksudnya, agar posisi saya sejajar dengan ia. Bukan minta saya jadi imam. Tiwas saya sedikit ge-er.