Rahm 'Rahmbo' Emanuel, Kepala Staf Gedung Putih yang Berperangai Sangar
Gemar Memaki, Pernah Menghardik Perdana Menteri Inggris
Selasa, 11 November 2008 – 10:58 WIB
Beberapa kolega Rahm di Gedung Putih bercerita, setelah berhasil mengantarkan Clinton menjadi presiden dalam kapasitas sebagai pengumpul dana, Rahm diminta untuk menyusun daftar tamu yang akan diundang dalam makan malam demi merayakan kesuksesan suami Hillary Clinton tersebut. Sembari berdiri memegang pisau dekat meja makan di kediaman Clinton, dia mencoret nama-nama yang dianggapnya sebagai "pengkhianat" selama kampanye. Tiap kali menyebut nama-nama para pengkhianat, dia menancapkan pisau ke meja sambil berteriak, "Mati, mati, mati."
Baca Juga:
Tak heran jika julukan "Rahmbo" melekat pada pria yang memulai aktivitas politik sejak masih menjadi mahasiswa jurusan seni liberal di Sarah Lawrence Collega itu. Prinsip kerja anggota House of Representatives (DPR) AS yang berusia 48 tahun tersebut sederhana saja: get it done or get out of my way (kerjakan atau enyah dari hadapan saya). Sebuah prinsip kerja yang sepertinya tidak cocok untuk tugas dia sebagai kepala staf Gedung Putih yang otomatis berkaitan erat dengan diplomasi. Semua tahu, diplomasi adalah lobi. Dalam banyak hal, diplomasi adalah mengumbar basa-basi.
Tapi, anehnya, justru karakter ala "preman" itulah yang melejitkan karir politik politikus Partai Demokrat kelahiran Chicago pada 29 November 1959 tersebut. Clinton memuji dia sebagai pengumpul dana yang piawai. Begitu selesai mendampingi Clinton, ayah tiga anak itu terjun ke dunia investasi, tapi hanya sebentar. Pada 2002 dia sukses merebut kursi DPR. Di Capitol Hill, tempat anggota DPR AS berkantor, sikap lantang tersebut menjadikan Rahm kandidat serius pengganti Nancy Pelosi sebagai ketua DPR.
"Dia (Rahm, Red) bisa disebut anak emas Demokrat sekarang. Dialah yang merekrut kandidat, mencarikan mereka dana dan topik untuk diangkat dalam kampanye. Tak ada yang bisa melakukan apa yang dia kerjakan," puji Ray LaHood, kolega Rahm di DPR dari Partai Republik.
GEDUNG PUTIH 1998, Perdana Menteri Inggris Tony Blair tengah mempersiapkan diri untuk tampil dalam jumpa pers bareng Presiden Amerika Serikat Bill
BERITA TERKAIT
- Ukraina & Suriah Perkuat Hubungan Diplomasi Kemanusiaan di Tengah Invasi Rusia
- Gencatan Senjata Tak Berpengaruh, Tentara Israel Tetap Lakukan Pelanggaran di Lebanon
- Arab Saudi Janjikan Pelayanan Kelas Dunia untuk Jemaah Haji & Umrah
- Korsel Diguncang Skandal Politik, Korut Pamer Rudal Hipersonik
- Jerman dan Amerika Diguncang Aksi Teror, Prancis Panik
- Iran Izinkan Anak 14 Tahun Jalani Operasi Plastik demi Kecantikan