Rahmat Bastian: Negara Harus Mengusut Tuntas Gerakan Ideologi Sesat
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Peduli Bangsa Nusantara (DPP PBN) mengutuk keras aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3).
Kekerasan terhadap pemeluk agama lain tidak dibenarkan, baik secara etika maupun undang-undang.
Ketua Dewan Pembina DPP Peduli Bangsa Nusantara Rahmat Bastian mengatakan, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan untuk membenci dan melakukan kekerasan serta teror terhadap umat beragama lain.
"Siapa pun atau kelompok mana pun yang melakukan teror harus mendapatkan hukuman. Negara harus mengusut tuntas gerakan ideologi sesat yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," tegas Rahmat di Jakarta, Selasa (30/3).
Rahmat meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus tersebut.
Dia juga yakin Densus 88 Antiteror Mabes Polri dan Polda Sulsel akan segera mengusut tuntas dan menangkap pelaku lainnya serta membongkar motifnya.
Dirinya juga mengimbau, agar masyarakat tidak terpancing provokasi berbau SARA. Sebab, lanjut dia, tujuan dari kelompok radikal adalah menciptakan perpecahan bangsa Indonesia.
"Maka itu, kita jangan terpancing. Justru kita harus semakin bersatu dalam keberagaman dan jangan takut dengan teror semacam ini," imbaunya.
Dia juga mengharapkan agar aparat keamanan bisa lebih proaktif mendeteksi lebih dini aktivitas masyarakat yang terindikasi berpotensi sebagai gerakan terorisme.
Secara tegas, Rahmat Bastian mengatakan, tidak ada agama yang mengajarkan untuk membenci dan melakukan aksi teror.
- BNPT Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Cegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
- Peringati Hari Pahlawan, Yayasan Gema Salam Wujudkan Semangat Nasionalisme
- Menjelang Debat Calon Ketum ILUNI FHUI, Rahmat Bastian Siapkan 3 Program Andalan
- Datangi Indekos, Densus 88 Antiteror Lakukan Tindakan, Apa yang Didapat?
- Tangkap 3 Terduga Teroris di Sukoharjo, Densus 88 Sita Sajam di Rumah SQ
- BNPT Beri Perlindungan Khusus Kepada Anak Korban Terorisme