Rakyat Hanya Bisa Melihat Pemimpinnya setelah Dilantik
jpnn.com - PADANG - Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD menjadi UU pilkada, juga menuai rekasi pro kontra di daerah, seperti di Solok, Sumbar, misalnya.
Salah seorang masyarakat Nagari Koto Baru, Malin Marajo, 37 menilai, pilkada via DPRD merupakan satu bentuk kemunduran demokrasi.
"Jadi, dengan pilkada via DPRD, kita kembali ke orde baru. Rakyat hanya bisa melihat pemimpinnya setelah dilantik," cetus Malin Marajo pada Padang Ekspres, kemarin, (26/9).
Senada dengan itu, salah seorang tokoh masyarakat Nagari Talang, Kecamatan Gunung Talang, Yemrizon Dt Pangulu Sati, 61, juga "keberatan" dengan diberlakukannya UU pilkada melalui DPRD. Dia menilai, ini adalah suatu bentuk keputusan yang "mengangkangi" kedaulatan rakyat.
Lain halnya dengan pandangan aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Aidil Auliya, 26.
Dia menilai, sebagai warga Negara, masyarakat tidak bisa memvonis RUU Pilkada via DPRD mematikan langkah demokrasi.
Pengurus Besar (PB) PMII ini menerangkan, pilkada langsung maupun tidak langsung, keduanya sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan.
Di satu sisi, pilkada langsung bisa menjaring calon kepala daerah yang memiliki potensi besar dan dilegitimasi oleh keinginan masyarakat. Sedangkan sisi lemahnya, pilkada langsung membutuhkan cost politik yang cukup besar.
PADANG - Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD menjadi UU pilkada, juga menuai rekasi pro kontra
- Kejari Batam Tahan 2 Tersangka Korupsi Pengelolaan Anggaran RSUD Embung Fatimah
- Terduga Pelaku Penembakan Warga di Nagan Raya Ditangkap Polisi
- Masa Jabatan Selesai, Tabrani Resmi Melepas Tugas Pjs Wali Kota Tangsel
- Gunung Semeru Erupsi Lagi, Tinggi Letusan 600 Meter
- Ungkap Kasus TPPO, Polres Muara Enim Bekuk 1 Tersangka
- Pj Gubernur Jateng Dampingi Wapres Silaturahmi dengan 3 Ribu Nasabah PNM Mekaar